Minggu, 26 Oktober 2008

PLTU Ropa 5

*Di Balik Lambannya Penanganan Kasus PLTU Ropa (4)

Sederet Manipulasi dan Kebohongan

Steph Tupeng Witin

Pembangunan PLTU Ropa terus berlangsung hingga detik ini. Debu-debu berserakan di atas rumah warga. Dedaunan pohon seputar lokasi proyek dipenuhi debu. Truk-truk proyek berjibaku mengejar “laba.” PLN Cabang Flores Bagian Barat seakan tidak mendengarkan suara rakyat korban karena lokasi itu belum diserahkan secara sah oleh pemilik tanah. Belum lagi ada sederet kebohongan dan manipulasi yang terkuak.
A. Terkait dugaan tindak pidana pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau berkuasa.
Pertama, tanah yang sedang dibolak-balik itu digunakan tanpa izin dari yang berhak/berkuasa (rakyat). PLN Cabang Flores Bagian Barat diduga telah melakukan tindak pidana pemakaian tanah tanpa izin. Pembangunan fisik berupa penggusuran tanaman dan penimbunan tanah terus berlangsung sejak 15 April 2008 saat Dirut PLN meresmikan dimulainya pembangunan PLTU Ropa. Padahal ke-11 warga pemilik tanah tersebut memiliki bukti hak milik berupa sertifikat hak milik.
Berdasarkan peraturan kepala BPN No. 3 tahun 2007 pasal 67 ayat (1) dinyatakan bahwa …”Pelaksanaan pembangunan fisik atas lokasi yang diperoleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah, dimulai setelah pelepasan/penyerahan hak atas tanah dan/atau penyerahan bangunan dan/atau penyerahan tanaman…”Padahal sampai detik ini para pemilik tanah belum menandatangani surat pernyataan pelepasan hak atas tanah tersebut.
Tindak pidana ini sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 undang-undang nomor 51 Prp tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya.

B. Terkait dugaan tindak pidana menghancurkan atau merusakkan barang yang diduga dilakukan oleh pihak PLN Cabang Flores Bagian Barat.
(1), Barangsiapa. Faktanya, pihak PLN Cabang Flores Bagian Barat selaku pemilik proyek telah melakukan penggusuran tanaman dan penimbunan tanah di lokasi proyek PLTU Ropa sejak 15 April 2008 ketika Dirut PLN meresmikan dimulainya pembangunan PLTU Ropa tersebut. (2), Dengan sengaja. Fakta, ke-11 pemilik tanah telah mengajukan keberatan dan pengaduan ke DPRD Ende dalam rapat di ruang sidang DPRD Ende yang juga dihadiri oleh pihak PLN Cabang Flores Bagian Barat. Pimpinan rapat saat itu yang juga Wakil Ketua DPRD Ende, Ruben Resi meminta pihak PLN Cabang Flores Bagian Barat agar tidak boleh melalukan kegiatan fisik di lokasi proyek karena PLN belum memiliki bukti hak atas tanah tersebut tetapi PLN Cabang Flores Bagian Barat tetap melakukan kegiatan fisik di atas lokasi proyek sampai detik ini. (3), Dan melawan hukum. Faktanya, berdasarkan peraturan kepala BPN nomor 3 tahun 2007 pasal 67 ayat (1) dinyatakan….”Pelaksanaan pembangunan fisik atas lokasi yang diperoleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah, dimulai setelah pelepasan/penyerahan hak atas tanah dan/atau penyerahan bangunan dan/atau penyerahan tanaman…”Padahal sampai saat ini dari 11 pemilik tanah, 10 rang pemilik belum menandatangani surat pernyataan pelepasan hak atas tanah.
(4), Menghancurkan. Faktanya, tanaman jambu mete dan tanaman umur pendek lainnya telah digusur alat berat dengan sewenang-wenang. (5), Merusakkan, membuat tak dapat dipakai atau menghilangkan. Faktanya, tanah yang sebagian merupakan sawah dan lahan pertanian sudah ditimbun material berupa pasir, batu dan tanah setinggi 3 meter.
(6), Barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagiannya milik orang lain….Fakta, tanah dan tanaman yang menjadi hak milik 11 pemilik tanah yang mempunyai bukti kepemilikan berupa sertifikat hak milik. Tindak pidana tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 406 ayat (1) KUHP.

C. Terkait dugaan membuat surat kuasa palsu.
Diduga, pembuatan surat kuasa palsu dilakukan oleh Agustinus Ambi, S.H., yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Ende. (1), Barangsiapa. Faktanya, Agustinus Ambi, S.H., pada 16 Maret/April 2007 bertemu dengan 7 pemilik tanah yaitu Alex Segu, Rofinus Mage, Simon Sega, Yoseph Sepu, Leonardus Gaka, Raimundus Reo dan Petrus Segi pada malam hari di rumahnya Yulius, anak dari almarhum Adrianus Paso Pande di Ropa yang menjelaskan bahwa ke-7 warga itu tanahnya termasuk dalam lokasi proyek PLTU Ropa, untuk memudahkan pengurusannya mereka perlu menandatangani surat, soal pembayaran nanti mereka terima sendiri. Berdasarkan penjelasan itu, ke-7 pemilik tanah menandatangani surat yang mereka sendiri tidak tahu isinya. Surat itu kemudian berubah menjadi surat kuasa dari ke-7pemilik tanah kepada Alex Mari Paso Pande untuk urusan pembebasan tanah PLTU Ropa. Padahal ke-7 pemilik tanah tersebut tidak pernah sekalipun bertemu dengan Alex Mari dan apalagi sampai memberikan kuasa kepadanya. (2), Membuat surat palsu atau memalsukan surat. Faktanya, Agus Ambi, S.H., Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Ende pada 16 Maret/April 2007 bertemu dengan ke-7 pemilik tanah pada malam hari di Ropa yang menjelaskan bahwa ke-7 orang itu tanahnya termasuk dalam lokasi PLTU Ropa, untuk memudahkan pengurusan mereka perlu menandatangani surat, soal pembayaran nanti mereka terima sendiri. Berdasarkan penjelasan itu ke-7 pemilik tanah menandatangani surat itu yang tidak diketahui isinya dan yang kemudian di tengah jalan berubah menjadi surat kuasa kepada Alex Mari, padahal malam itu Alex Mari tidak hadir dan ke-7 orang tidak pernah memberikan kuasa itu kepadanya. Apakah pemberian kuasa itu bisa dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa padahal kedua belah pihak tidak saling bertemu dan membicarakan ikhwal pemberian kuasa tersebut? (3), Yang dapat menerbitkan suatu hak, suatu perjanjian (kewajiban) atau suatu pembebasan utang atau yang boleh digunakan sebagai keterangan suatu perbuatan. Faktanya, surat tersebut menerbitkan hak bagi Alex Mari untuk membicarakan masalah pembebasan tanah untuk PLTU Ropa bagi kepentingan ke-7 pemilik tanah. (4), Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar atau tidak palsu. Faktanya, surat itu digunakan Alex Mari dalam negosiasi harga tanah dan tanaman termasuk untuk ke-7 pemilik tanah dan tanaman dan menerima pembayaran ganti rugi. (5), Pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian. Faktanya, harga tanah per meter Rp28.000 tetapi dibayarkan kepada pemilik tanah hanya sebesar Rp20.000 sedangkan Rp8000 untuk tiap meter diterima oleh Alex Mari. Tindak pidana tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat (1) KUHP.
JPIC KAE-SVD dan tim kuasa hukum Veritas Jakarta juga menemukan data dan fakta-fakta lain yang berelasi erat dengan tindak pidana ini. Pertama, Agustinus Ambi, S.H., pada Maret/April 2007 yang mendatangi pemilik tanah pada malam hari itu dalam kapasitas sebagai apa? Panitia pengadaan tanah/tim 9, termasuk Agus Ambi sebagai salah satu anggota baru dibentuk berdasarkan SK Bupati Ende pada Juli 2007. Kedua, Agus Ambi dengan latar belakang pendidikan sarjana hukum yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Ende seharusnya mengetahui aturan pembuatan surat kuasa untuk pembebasan tanah bagi kepentingan umum. Berdasarkan peraturan kepala BPN RI nomor 3 tahun 2007 tentang ketentuan pelaksanaan peraturan Presiden RI nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana telah diubah dengan peraturan Presiden RI nomor 65 tahun 2006 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum pasal 33 ayat (2) yang menyatakan…”Dalam hal musyawarah secara langsung dan bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) atau secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik tidak dapat hadir, dapat mewakilkan kepada orang lain dengan surat kuasa notariil atau di bawah tangan yang diketahui oleh kepala desa/lurah atau yang setingkat dengan itu dan camat.
Beberapa hal yang patut dipertanyakan: Mengapa surat kuasa itu dibuat pada Maret/April 2007 padahal penitia pembebasan tanah baru dibentuk pada Juli 2007 dan belum ada musyawarah tentang pembebasan tanah tersebut saat itu? Mengapa Agus Ambi begitu bersemangat memfasilitasi ke-7 pemilik tanah untuk menandatangani surat yang tidak diketahui isinya yang kemudian berubah menjadi surat kuasa dari ke-7 pemilik tanah kepada Alex Mari? Berdasarkan aturan seperti yang dikutip sebelumnya, surat kuasa dibuat di bawah tangan yang diketahui kepala desa setempat tetapi faktanya surat kuasa itu tidak diketahui kepala desa Keliwumbu tetapi langsung mengetahui Camat Maurole. Mengapa kepala desa Keliwumbu dilangkahi oleh Agus Ambi? Apakah takut tindakan pembohongan kepada rakyat sendiri diketahui oleh kepala desa Keliwumbu? Mengapa penyidik Polres Ende membenarkan tindakan Alex Mari menerima uang hanya karena alasan ada surat kuasa dan pihak PLN menyerahkan uang kepada Alex Mari hanya berdasarkan surat kuasa dan panitia 9 yang menyaksikan pelaksanaan pembayaran tersebut menyetujui, padahal berdasarkan peraturan kepala BPN RI nomor 3 tahun 2007, surat kuasa harus dibuat dalam bentuk notariil dan disaksikan oleh 2 saksi atau bagi daerah yang terpencil surat kuasa dibuat secara tertulis dan diketahui oleh kepala desa/lurah setempat atau setingkat itu dan camat. Padahal surat kuasa dalam kasus PLTU Ropa tidak diketahui kepala desa Keliwumbu yang memiliki ke-7 pemilik tanah itu.
Selain itu berdasarkan ketentuan ayat (3) pasal 46 tersebut dinyatakan…”Untuk melindungi kepentingan yang berhak atas ganti rugi, seorang penerima kuasa hanya dapat menerima kuasa dari 1 (satu) yang berhak atas ganti rugi..” padahal surat kuasa tersebut berasal dari 7 pemilik tanah kepada 1 (satu) orang.
Maka tidak ada alasan yang benar menurut hukum bahwa tindakan pembayaran dan atau penerimaan kekurangan ke-7 pemilik tanah diserahkan kepada Alex Mari, apalagi hak atas ganti rugi bagi ke-4 pemilik tanah yang diterima Alex Mari, padahal ke-4 pemilik tanah tersebut tidak pernah membuat surat kuasa tertulis kepada Alex Mari Paso Pande.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Epeng Tupeng, salam ke tempatmu. Saya mendapat alamat blogmu lewat jalur allesaja, mantap ama.....maju terus semoga kerajaan Allah tersebar melalui tulisan-tulisanmu.

Salam
El Bangko, Madrid-Spain

Anonim mengatakan...

Salam Pastor, mau sama dengan Lugo ko??? hehehehehe, maju terus ama!! kenapa belum ada foto-foto sekitar NTT yang di-poskan, salam