Jumat, 09 Januari 2009

Tahan=Salah

Doni Ruing
Penahanan Goris dkk, Pemkab Lakukan Kesalahan *Segera Bebaskan Goris Molan dkk
Oleh Ansel Deri

Penahanan dan penetapan Gregorius Molan dan enam petani sebagai terdakwa dan kini mendekam di tahanan dalam kasus penebangan pohon di kebun milik sendiri menunjukkan bahwa ada kesalahan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata serta instansi terkait dan aparat penegak hukum. Kesalahan itu terjadi karena Pemkab Lembata tidak memberikan edukasi kepada masyarakat petani guna mengetahui aturan main kehutanan berikut hak dan kewajibannya.
“Oleh karena itu, jika pemerintah mau melaksanakan peraturan perundan-undangan terkait kehutanan secara baik dan mengedepankan kearifan lokal maka penangkapan hingga penetapan status terdakwa tujuh petani itu tidak terjadi. Proses penangkapan hingga penahanan para petani itu pun bisa dianulir sebelum masuk ranah hukum,” ujar Paulus Doni Ruing, tokoh pejuang otonomi Lembata di Jakarta.
Proses hukum terhadap para petani itu, lanjut Ruing, terjadi karena ada kepentingan kekuasaan yang hanya akan merusak relasi dan tatanan sosial masyarakat Lembata. Masyarakat Lembata masih memiliki tali temali hubungan darah sehingga lebih bijak kasus itu diselesaikan dengan kekeluargaan, dengan hukum positif.
“Apalagi, status tanah ulayat yang diklaim sebagai hutan lindung itu belum final karena harus melewati tahapan dan prosedur sebagaimana disyaratkan. Masyarakat petani juga mestinya diedukasi agar mereka mengetahui hak dan kewajibannya dalam mengelolah lahan miliknya agar tidak terjadi klaim sepihak dari pemerintah,” tegas Ruing.

Bebaskan Petani
Keluarga Besar Mahasiswa Lembata Jakarta (KBMLJ) meminta kepada PEmkab Lembata agar ketujuh petani yang di kini ditahan segera dibebaskan dari jerat hukum karena mereka menjadi korban kesewenang-wenangan dari pelaksanaan aturan kehutanan di Lembata.
“Pemerintah Kabupaten Lembata sesungguhnya tidak punya kewenangan menetapkan sebuah kawasan menjadi hutan lindung karena hal itu menjadi kewenangan Menteri Kehutanan RI. Penetapan sebuah kawasan jadi hutan lindung pun harus melewati proses yang panjang, termasuk persetujuan masyarakat,” ujar Pius Lima Klobor dari KBMLJ.
Pius yang juga Sekretaris Jenderal Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Jakarta Barat menambahkan, di Pulau Lembata saat ini hanya Ile Mahino (RTK 144) yang sudah ditetapkan Departemen Kehutanan dan Perkebunan RI sebagai kawasan hutan lindung dengan panjang 15.120 meter dan luas 1.109,89 hektar.
Penetapan Ile Mahino sebagai hutan lindung baru pada zaman Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI, Dr Ir Muslimin Nasution. Sedangkan, kawasan hutan Hadakewa–Labalekan statusnya masih penunjukan, bukan penetapan sebagai kawasan hutan lindung.
“Kalau terjadi perubahan status menjadi hutan lindung maka masyarakat akan dilibatkan. Saya lihat, petani kecil Goris Molan menjadi korban dari ketidaktahuan Pemkab Lembata dan aparat hukum di Lembata dalam menerapkan aturan kehutanan. Kita minta Bupati Lembata segera membahasnya agar tidak terjadi kesewenang-wenangan di tingkat implementasi aturan kehutanan. Jangan sampai petani di Lembata dijebloskan dalam tahanan sekalipun mereka mengolah hutan sendiri guna mencari nafkah,” tegas Pius.
Sebelumnya, kuasa hukum Gregorius Molan dkk, Petrus Bala Pattyona, SH, MH menyurati Menteri Kehutanan RI Malem Sambat Kaban di Jakarta. Surat bernomor: 044/MP/PBP/XII/2008 dikirim 6 Desember 2008 lalu.
Bala memohon Menteri Kaban memberikan copy SK Pengukuhan Kawasan Hutan di Lembata, NTT berikut segala lampiran di antaranya Berita Acara untuk semua tahap Pengukuhan dan Peta Tata Batas Definif serta Peta Penetapan Kelompok Hutan Lindung yang ditandatangani oleh Menteri Kehutuanan Republik Indonesia.
Bala juga meminta klarifikasi dan penegasan mengenai Kepmen Kehutanan dan Perkebunan Nomor 423/Kpts-II/1999, apakah sudah memberikan jaminan kepastian hukum terhadap Hutan Lindung Hadakewa Labalekan sesuai pasal 14, 15 dan 16 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 atau belum. Karena pihak Dinas Kehutanan dan penegak hukum di Lembata dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan menganggap keputusan ini sudah final mempunyai kekuatan hukum sebagai dasar untuk menangkap, menahan, dan mengadili para petani kecil yang menebang pohon di lahan/kebun miliknya sendiri yang belum dialihkan menjadi hutan negara/lindung.
Surat itu juga diteruskan kepada Ketua DPR RI Agung Laksono, Ketua Mahkama Agung RI Bagir Manan, Jaksa Agung RI Hendarman Supandji, Kepala Polri Bambang Hendarso Danuri, Mendagri Mardiyanto, Menteri Pertanian Anton Apriantono, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan sejumlah pihak. Di antaranya, Gubernur NTT Frans Lebu Raya, Bupati Lembata, Kajari Lembata, Kapolres Lembata, dan Ketua Pengadilan Negeri Lembata. Juga Kadis Kehutanan, Kadis Pertanian, Kadis Perkebunan Lembata, Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Lembata, dan lain-lain.

Tidak ada komentar: