Jumat, 09 Januari 2009

Pusat saja Tidak Mau

Pusat Tak Perkenankan Tambang di Lembata
Oleh Ansel Deri


Pihak Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) OFM Indonesia mendapat sepucuk surat dari Pemerintah Pusat yang menyatakan, eksploitasi tambang di Lembata tidak diperkenankan. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak terpancing oleh berbagai macam hal yang memperlemah komitmen mereka membela tanahnya.
“Satu hal yang bisa saya katakan adalah masyarakat diharapkan bertahan dengan komitmennya untuk tetap menolak. Kita dari JPIC OFM Indonesia tetap berusaha bersama Pater Vande (Pastor Marselinus Vande Raring, SVD dari JPIC SVD Ende) mendampingi masyarakat,” kata Provinsial OFM Indonesia Pastor Paskalis Bruno Syukur, OFM usai diskusi dan pemutaran film dokumenter tentang tambang di Kabupaten Manggarai di aula Marsudirini, Matraman Raya, Jakarta Timur, Minggu (14/12).
Pastor Bruno mengharapkan, pemerintah Kabupaten Lembata yang dipilih oleh rakyat memberi perhatian yang sungguh-sungguh terhadap aspirasi masyarakat, khususnya tempat di mana tambang itu akan dilaksanakan. Jelas bahwa aspirasi masyarakat tidak menghendaki seperti itu sehingga pemerintah daerah dengan hati yang jujur dan tulus menerima aspirasi masyarakat. Pemerintah daerah tidak boleh memaksakan masyarakat menjalankan apa yang diadakan oleh perusahaan itu.
“Saya mengharapkan agar pemerintah sendiri sadar bahwa mereka dipilih oleh masyarakat. Dan sebenarnya juga mereka menjalankan tugas untuk memperhatikan kepentingan masyarakat sehingga memperhatikan masalah ini. Jadi tidak terus memaksa padahal masyarakat sendiri tidak mau,” kata Pastor Bruno.
JPIC OFM Indonesia, lanjutnya, juga pernah menyampaikan kepada Pemkab Lembata agar berkonsentrasi mengelola potensi di bidang pertanian atau kelautan guna mensejahterakan masyarakat. Artinya, JPIC OFM tidak sekadar menolak tetapi juga sudah pernah memberikan alternatif lainnya kepada pemda dengan mempelajari berbagai potensi yang dimiliki daerah itu.
“Kita tahu Lembata adalah daerah pertanian. Masyarakat sebenarnya bisaa hidup dari situ. JPIC OFM Indonesia mengangkat hal ini. Bahwa masyarakat bisa hidup dari sektor pertanian atau kelautan yang dimiliki,” tandas dosen Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta.
Menurutnya, kalau mau memperhatikan kesejahteraan rakyat, mestinya Pemkab Lembata bergiat mengolah potensi pertanian dan perikanan karena tidak merusak alam dan tidak bertentangan dengan hati nurani masyarakat yang mau menjaga ibu bumi mereka sebagai bagian kehidupannya sendiri. JPIC OFM sudah memberikan alternatif pemikiran itu.

Sikap Gereja Lokal

Pastor Bruno mengungkapkan, sejak awal pihak Gereja lokal tidak berani mengambil satu sikap jelas karena mungkin informasi yang berat sebelah. Menurutnya, kini saatnya gereja lebih belajar masalah-masalah sosial yang ada dengan data-data yang cukup akurat sehingga dapat mengambil sikap yang pasti menghadapi proses-proses baru seperti rencana eksploitasi tambang.
“Gereja perlu belajar terhadap data-data yang berkembang dalam masyarakat. Apalagi terkait dengan masalah pertambangan, misalnya. Dengan belajar maka seruan atau imbauan moral kita juga punya data obyektif. Dari sudut ini, menurut saya, kita akan merubah sikap tatkala kita sungguh-sungguh masuk ke dalam masalah sosial kemasyarakatan tanpa melepaskan dasar iman kita. Saya pikir, di sinilah kekuatan gereja seperti di Lembata,” kata Pastor Bruno.
Gereja, katanya, semakin sadar akan implikasi sosial dari iman kepercayaan atau liturgi yang punya impak sosial. Bahwa kita harus terlibat dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Liturgi tak hanya liturgi di gereja, tetapi liturgi yang malah menguatkan orang untuk menghadapi persoalan-persoalan yang bertentangan dengan keadilan dan perdamaian.
“OFM Indonesia hadir untuk menunjukkan bahwa kami berpihak kepada masyarakat yang tak berdaya sebagaimana teladan Santo Fransiskus Asisi,” kata anggota Dewan Jenderal OFM Indonesia Pastor Gabriel Maing OFM, menambahkan. Pastor asal Leragere ini juga pernah bersama rekan-rekan OFM lainnya terjun langsung di Lebatukan dan Kedang untuk melihat dari dekat masyarakat yang diadvokasi.
Sebelumnya, Sr Hironima, SSpS meminta masyarakat Lembata tetap mengawal rencana investasi tambang di daerah itu. Pasalnya, berbagai upaya terus dilakukan untuk mempengaruhi masyarakat menerima rencana itu. Masyarakat juga diharapkan tetap menjaga persatuan dan kesatuan.
“Masyarakat tetap solid dan tak terpengaruh pihak-pihak lain yang terus mempengaruhi masyarakat menerima rencana investasi tambang. Apalagi, dengan iming-iming rumah mewah atau beasiswa dari investor,” kata Sr dr Hironima, SSpS, biarawati asal Kedang.
Sedangkan putra Lembata Jose Kotan mengingatkan Pemkab Lembata berpikir realistis membangun daerah itu dengan mengembangkan sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata. Dalam konteks rencana investasi tambang yang mendapat penolakan dan perlawanan masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat ditinggalkan begitu saja. “DPRD Lembata mengingkari posisinya sebagai penyambung lidah rakyat yang telah memilih mereka. Sebaiknya tambang dibatalkan,” kata Jose, lulusan Fakultas Hukum Universitas Bung Karno Jakarta.*

Tidak ada komentar: