Jumat, 09 Januari 2009

Sultan di Ende


*Jelang Kedatangan Sultan Hamengku Buwono X (1)
Ende, Soekarno dan Pluralisme

Oleh Steph Tupeng Witin

Kota Ende boleh dibilang jantungnya Flores. Ini kota bersejarah: tempat Bung Karno merenungkan Pancasila. Sisa-sisa “keangkeran” sejarah itu masih terekam di balik dinding situs. Di kota mayoritas anak muda Flores berkumpul untuk mengais “remah-remah” ilmu yang “jatuh” dari meja pendidikan tingkat menengah atas hingga perguruan tinggi. Ende ibarat pelita yang mengembuskan berkas-berkas cahaya untuk menerangi relung-relung Flores. Flores yang tampak gelisah di hadapan realitas kemiskinan dan keterbelakangan. Flores yang belakangan ini semakin gencar diincar pemodal serakah yang berikhtiar menguliti tubuh Flores melalui pertambangan.
Di kota inilah budayawan Sultan Hamengku Buwono X akan menjejalkan kaki “sejarahnya.” Ia akan tiba di Ende, Selasa (25/11) untuk membuka festival seni budaya Flores. Momen seni budaya ini menjadi ruang bagi Sultan untuk menyelami gelora semangat perjuangan rakyat sekaligus menimba inspirasi kesederhanaan rakyat Flores yang tetap setia bergayut di bawah bendera Indonesia meski realitas kemiskinan dan keterbelakangan adalah sisi gelap dari minimnya perhatian dan simpati pemerintah. Seni dan budaya adalah jendela bagi Sultan dan rombongan untuk menatap “panorama” Flores yang tetap tegar di antara deraan kesulitan dan tantangan yang tidak pernah akan berhenti.
Koordinator Team Sultan, Garin Nugroho melukiskan perjalanan ke Ende-Flores ini sebagai sebuah ziarah untuk menelusuri kembali jejak perjalanan Soekarno khususnya ketika merenungkan butir-butir nilai Pancasila. Ini ziarah untuk mengambil kembali spirit hidup Soekarno yang sangat menghargai pluralisme dan keberagaman yang sesungguhnya hidup amat nyata di antara rakyat Ende-Flores. Semangat hidup rakyat Flores inilah yang menjiwai kiprah Soekarno dalam menata dan membangun sebuah Indonesia yang plural dan bhineka.
“Nilai pluralisme dan kebhinekaan ini telah lama menghilang dari bangsa Indonesia. Kita sebetulnya melakukan perjalanan ini untuk menggali kembali nilai-nilai itu agar menjadi kekuatan bersama dalam membangun Indonesia yang berwajah bhineka. Ini kekuatan yang mesti menopang Indonesia ke depan,” katanya.
Di jantung Flores ini, Sultan akan “menyepi” di tengah kesunyian deretan atap pendidikan Frateran Ndao. Mengapa mesti Ndao? Fr. Sarto, BHK, pimpinan Biara BHK Ndao terbahak-bahak dari seberang saat dikonfirmasi melalui telepon biara. “Kami tidak ada apa-apanya. Panitia mengatakan Frateran Ndao itu tempat yang sunyi, dijamin menyenangkan dari sisi keamanan dan ada fasilitas yang bisa menjadi sarana penyuksesan kegiatan pentan seni dan budaya,” katanya.
Bagi rakyat Ende-Flores, ziarah Sultan Hamengku Buwono X ini menjadi sebuah ruang refleksi bersama perihal nilai pluralisme dan keberagaman. Telah sekian lama nilai pluralisme ini menjadi zat perekat sehingga mengutuhkan seluruh Flores menjadi sebuah “rumah bersama” yang plural. Melalui pluralisme ekspresi kemerdekaan menjadi sesuatu yang konkret dan jati diri sebagai manusia bermartabat tampak terang yang memantulkan berkas-berkas cahayanya melalui jiwa Soekarno yang telah menjadi inspirasi murni untuk merancang sebuah Indonesia yang plural dan bhineka.
Menurut tokoh muda Jaringan Aktivis Indonesia untuk Reformasi, Kasimirus Bara Beri, bagi rakyat Flores, ziarah budaya Sultan Hamengku Buwono X mestinya menjadi saat untuk menimba keteladanan dan ketokohannya yang memancar dalam seluruh pengabdiannya kepada rakyat Yogyakarta.
“Ini ruang yang tepat bagi rakyat Flores untuk mengungkapkan aspirasinya. Sosok Sultan Hmengku Buwono boleh dikatakan “ratu adil” yang tengah dinantikan rakyat Indonesia saat ini. Apalagi Sultan juga menjadi salah satu bakal calon presiden pemilu 2009 nanti,” katanya (Bdk FP, Sabtu, 22/11).
Perjalanan Sultan Hamengku Buwono X adalah ziarah penggalian nilai-nilai pluralisme dam keberagaman yang telah ditimba dari Ende-Flores dan dihidupi Soekarno dalam rancangan bangunan Indonesia. Boleh dikatakan, Flores telah menerangi Indonesia dengan berkas cahaya pluralisme dan keberagaman. Tetapi bagi rakyat Flores, kunjungan ini adalah sebuah momen untuk menancapkan lebih dalam lagi spirit pluralisme dan keberagaman dalam beragam dimensi melalui tindakan kemanusiaan yang lintas batas. Nilai-nilai ini boleh jadi telah sekian lama tenggelam juga di bawah arus pemikiran kerdil dan sempit yang memandang pluralisme dan keberagaman sebagai sesuatu yang perlu disingkirkan atas nama egoisme pikiran dan realitas mayoritas.
Inilah ruang bagi kita semua: Sultan Hamengku Buwono X dan rombongan serta rakyat Flores untuk kembali mengakarkan nilai pluralisme dan keberagaman sebagai zat perekat satu sama lain. Pada akhirnya Flores akan terus memberi sumbangan untuk Indonesia dari sisi pluralisme yang sebetulnya nyata dalam hidup di Flores. Seperti jiwa/motto dari Harian Umum Flores Pos ini: “Dari Nusa Bunga untuk Nusantara.” *

*Jelang Kedatangan Sultan Hamengku Buwono X (2/Habis)
Ilham Intelektual untuk Rakyat Flores


Oleh Steph Tupeng Witin

Hari ini, wajah Ende berubah: spanduk ucapan selamat datang terbentang di beberapa sudut kota. Baliho Sultan Hamengku Buwono X menghiasi beberapa sudut strategis. Meski aktivitas kota berjalan normal tetapi tanda tanya bergayut di hati rakyat. Kehadiran Sultan Hamengku Buwono X adalah kerinduan warga Flores dan Ende khususnya.
Menurut rencana, kunjungan yang bertepatan dengan hari guru ini akan menjadi momentum tersendiri bagi rakyat Ende untuk berbenah dalam bidang pendidikan. Bidang ini merupakan salah satu kunci dalam seluruh proses pembangunan tetapi paling kerap diabaikan dalam kebijakan publik. Bidang ini tampak letih tertatih di tengah pemborosan anggaran kebijakan publik yang lebih mengutamakan “kesenangan” para pengambil kebijakan. Kehadiran sosok “bersih” ini diikhtiarkan untuk menyapah nurani pendidikan kita terutama membangkitkan simpati dan rasa cinta terhadap para guru dan pendidik yang telah berjasa besar dalam mengemban misi suci-mulia ini.
Kehadiran Sultan Hamengku Buwono X di “jantung Pulau Flores” ini membawa nuansa tersendiri bagi rakyat Ende. Nostalgia masa lalu menempatkan Ende sebagai “pusat intelektual” bagi seluruh Flores bahkan NTT dan Nusa Tenggara. Di rahim pulau ini telah lahir SKM DIAN, majalah tertua yang menjadi rahim bagi sekian jurnalis asal NTT yang kini tersebar di berbagai koran dan media besar Indonesia bahkan dunia. Di Ende juga ada Penerbit Nusa Indah yang telah berandil menyebarkan benih intelektual melalui buku-buku yang bermutu dan cerdas. Sekarang, denyut ketegaran intelektual itu coba terus diupayakan melalui lembaran Harian Umum Flores Pos.
Kehadiran Sultan Hamengku Buwono X sarat makna yang beragam. Terkait ranah pendidikan, kunjungan ini sebuah refleksi bersama untuk membangkitkan nostalgia eksistensi Ende sebagai pusat intelektual NTT masa lalu untuk membaca kenyataan saat sekarang. Perkembangan zaman, gerak laju bisnis boleh jadi telah menempatkan Ende sebagai sosok kota tua yang tampak renta, kian lunglai langkahnya meniti tantangan dan kesulitan zaman yang silih berganti mendera punggungya. Benarkah Ende masih layak memanggul predikat sebagai pusat intelektual untuk Flores?
Menurut Ketua Tim Sultan, Garin Nugroho, perjalanan budaya Sultan Hamengku Buwono X adalah sebuah ziarah untuk menggali kembali spirit dan nilai pluralisme dan keberagaman yang telah ditimba oleh Soekarno selama melewati masa pembuangannya di Ende. Masa pembuangan Soekarno di Ende juga menyimpan kisah yang menyibak tirai intelektualismenya. Aktivitas intelektual Soekarno selama berada di Ende terbaca dalam situs yang kini menjadi sebuah “cerita bersejarah.” Salah satu tulisannya tentang “sejarah yang berkeringat” tergantung di dinding ruangan kerja pribadi di situsnya. Soekarno adalah sosok intelektual yang “memeras keringat” melalui tulisan tangan yang mengajak setiap penikmat sejarah untuk terus berpikir tentang realitas sosial-politik.
Dalam buku Soekarno: Ilham dari Flores yang diterbitkan Penerbit Nusa Indah terbetik beberapa penggalan kisah intelektual Soekarno yang sesungguhnya menjadi ilham segar juga untuk membangun lagi bangunan intelektual Flores. Pertama, Soekarno adalah sosok yang mencintai buku. Ia menghabiskan waktu dengan berjalan kaki mendaki bukit kecil di samping Gereja Kathedral Ende menuju Biara St. Yoseph untuk membaca di perpustakaan biara. Aktivitas ini juga menjadi sebuah taktik Soekarno untuk membangun dialog dan diskusi dengan beberapa pastor misionaris asing yang menetap di biara St. Yoseph Ende. Kedua, Soekarno juga sangat mencintai tonil atau sandiwara. Selama berada di Ende ia membentuk kelompok sandiwara untuk menyalurkan kekayaan intelektual kepada rakyat sekaligus sarana yang strategis untuk membangun kesadaran kritis nasionalisme di kalangan rakyat.
Rekaman berbagai atribut dalam situs, kisah buku Soekarno: Ilham dari Flores dan tuturan penjaga situs Bung Karno menggambarkan luasnya cakrawala pergaulan seorang Soekarno. Relasinya melewati sekat-sekat primordial. Ia bisa bergaul dengan rakyat jelata. Ia bisa berdiskusi dengan para misionaris asing di biara St. Yoseph. Ia bisa “menghipnotis” kalangan muda untuk membangun benih-benih nasionalisme melalui sandiwara. Ia telah menghidupi spirit keberagaman atau pluralisme. Nilai-nilai inilah yang telah membentuk dirinya sehingga menjadi pribadi yang menghargai nilai keberagaman dan pluralisme. Semua ini telah berandil menjadi bahan dasar baginya untuk merancang sebuah Indonesia yang plural yang penuh dengan kekayaan melimpah. Kiranya kunjungan Sultan Hamengku Buwono X juga menjadi ilham bagi sleuruh rakyat Flores untuk membangun semangat intelektual yang sahaja melalui sarana-sarana komunikasi yang menghantar rakyat Flores menjadi pribadi yang matang dan dewasa. Pribadi yang matang akan menjadi ruang hadirnya spirit pluralisme sehingga relasi antar manusia terekat erat menuju Flores: sebuah rumah bersama yang damai dan sahaja.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Numpang tanya, kira2 Biara St. Yosep dibangun thun brpa?? sy mhasiswa arsitektur, ada tugas ttg konservasi bangunan tua di ende. mohon bantuannya. terimaksih.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.