Sabtu, 24 Januari 2009

Demi Lewotana


Petronela Peni Sanga, AMK, SKM

Berprestasi Demi Soga Naran Lewotana

GEDUNG Sasono Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Kamis (5/12) siang. Panas matahari terus membakar. Sesosok wanita berambut ikal turun dari mobil sedan ditemani seorang pria. Sosok wanita itu tak lain Petronela Peni Sanga, AMK, SKM. Bu Nela, begitu sehari-hari disapa, didampingi sang suami, Drs Herman Yosef Loli Wutun, MBA.

Hari itu, Petronela Peni Sanga mengikuti Wisuda Sarjana dan Diploma Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Masyarakat (STIKes) Mitra Ria Husada Jakarta di Gedung Sasono Langen Budoyo, kompleks TMII, Jakarta Timur.

Ada kebanggaan yang membuncah di hati Bu Nela. Pasalnya, perawat kelahiran Kolimasan, Pulau Adonara, Flores Timur (Flotim), 25 November 1959 ini juga meraih prestasi akademik membanggakan.

“Saya tak menyangka menjadi Wisudawati Terbaik I Program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat. Informasi itu saya baru terima saat kami gladi bersih sehari sebelum wisuda. Sempat berpikir tak beritahu suami dan anak-anak” kata Bu Nela kepada Flores Pos di rumahnya, di Kota Wisata, Cibubur, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.

Ibu empat anak: Mawar, Rose, Pedro, dan Mathilda Wutun, ini berpikir mungkin suami dan anak-anaknya tahu sendiri saat wisuda. Ya, sekalian buat kejutan. Tapi, ia tak sampai hati sehingga malam sebelum wisuda, prestasi akademik membanggakan itu ia bocorkan kepada mereka.

“Mereka kaget, tak menyangka saya jadi wisudawati terbaik pertama di jurusan. Bagi saya, prestasi ini menjadi kebanggaan berkat doa dan dukungan keluarga. Saya bisa mengangkat nama daerah dan tempat tugas. Juga menjadi kebanggaan orangtua dan saudara-saudara karena saya ikut mengangkat nama kampung halaman. Orangtua di kampung bilang soga naran lewotana,” lanjut Bu Nela.

Bu Nela adalah satu dari 302 wisudawan/wisudawati STIKes Mitra Ria Husada yang berhasil diwisuda saat itu. Mereka terdiri dari 12 wisudawan/wisudawati Sarjana Kesehatan Masyarakat dan 59 wisudawati Diploma IV Kebidanan serta 231 Diploma III Kebidanan.

“Secara pribadi maupun sebagai Ketua STIKes bersama seluruh staf, karyawan, dan civitas akademika saya sampaikan terima kasih kalian semua menyelesaikan studi dengan prestasi membanggakan. Bekal ilmu yang kalian terima terus dikembangkan. Kemudian diabadikan bagi pelayanan kesehatan untuk bangsa dan negara,” ujar Ketua STIKes Mitra Ria Husada Prof Dr dr Buchari Lapau, MPH.

Tugas di Kupang
Sehari-hari, Bu Nela bertugas di Rumah Sakit Umum (RSU) Prof Dr WZ Yohannes Kupang. Statusnya, pegawai negeri sipil (PNS). Namun, ia mengikuti suaminya, Herman Wutun, yang kini menjabat Ketua Umum Induk Koperasi Unit Desa Indonesia (Inkud) periode kedua dan berkantor di Graha Inkud, kawasan Warung Buncit, Kecamatan Mampang, Jakarta Selatan. Nah, di sela-sela mengikuti suami Bu Nela sepertinya tak mau kehilangan momentum berharga selama tinggal di Jakarta terutama dalam menimba ilmu.

“Selain mengurus suami dan anak-anak, saya pikir mungkin bisa sambil kuliah ke jenjang strata satu. Setelah dipertimbangkan bersama, kami mencari kampus yang berada dekat tempat tinggal. Selain tak mengganggu tugas rumah dan pendidikan anak-anak, saya mendaftar dan diterima di STIKes Mitra Ria Husada. Kebetulan jalur angkutannya juga sangat mudah dan terhindar kemacetan,” cerita perawat yang ramah ini.

Pilihan untuk lanjut kuliah S-1 juga atas ijin dari RSU WZ Yohannes Kupang. Jauh sebelum itu, pada 2006 Bu Nela langsung menghadap Direktur RSU WZ Yohannes dr Yovita Anike Mitak, MPH. Pertimbangannya, jika ia bekerja sebagai perawat maka kemungkinan ditempatkan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat sesuai domisili suaminya.

“Saya meminta ijin kuliah saja. Hal ini saya pikir tepat karena apa artinya jika bekerja tetapi mengganggu tugas suami dan anak-anak. Saat itu direktur mengiyakan dan saya langsung melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan. Ya, saat itu saya lebih mantap memilih kuliah,” cerita Bu Nela.

Ilmu Sangat Penting

Bu Nela mengakui, pilihan kuliah ke jenjang S-1 tidak berpengaruh pada kenaikan pangkatnya. Baginya, kuliah lebih termotivasi menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi masa depannya. Apalagi, kuliah juga tak mengenal usia atau life long education. Melalui pendidikan, banyak ilmu pengetahuan dan teknologi bisa dipelajari.

“Sejak sekolah di kampung, saya selalu dinasehati orangtua bahwa ilmu pengetahuan itu sangat penting. Siapapun, baik laki-laki maupun perempuan punya kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Itu yang selalu ditanamkan orangtua saya,” ujar perawat yang terlahir sebagai anak ketiga dari sepuluh bersaudara pasangan Philipus Ola Padji dan Maria Liwat Tena.

Nasehat orangtua itulah yang mungkin dilanjutkan Bu Nela kepada putra dan putrinya. Anak sulungnya, MB Mawarni G Wutun (Mawar) saat ini sedang merampungkan studi Magister (S-2) pada Program Pascasarjana Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atmajaya Jakarta. Anak kedua, Hermawati Rose LT Wutun (Rose) kuliah di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Trisakiti (Usakti) Jakarta.

Sedangkan anak ketiga, Pedro Sarmento Aster Pehan Wutun (Pedro) sedang sekolah di sebuah SMA di kota Kupang. Kemudian si bungsu, Mathilda Oliander NM Wutun (Mathilda) sekolah di sebuah SMP di Jakarta.

Bu Nela merasa bangga. Selama di bangku kuliah, banyak ilmu dan pengetahuan baru diperoleh dengan mudah. Perawat yang satu ini juga lebih gampang beradaptasi dengan teknologi komunikasi melalui internet.

“Kalau dulu masih gagap teknologi, saat kuliah sedikit terobati. Saya bisa memperoleh banyak informasi lewat internet. Banyak bahan kuliah saya akses dari internet kemudian anak-anak ikut membantu menerjemahkan. Suami juga sangat membantu membelikan literatur yang saya butuhkan,” katanya.

Semua itu sangat membantunya selama kuliah. Tak ayal, Bu Nela sepertinya mau membayar dukungan keluarganya melalui prestasi akademik hingga ditetapkan sebagai Wisudawati Terbaik I di jurusan Kesehatan Masyarakat. Perawat yang satu ini menulis skripsi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Diabetes Melitus langsung di bawah bimbingan Prof Dr dr Buchari Lapau, MPH. Ia berhasil meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,46. Uang Rp. 1 juta juga berhak ia terima langsung dari Prof Buchari di sela-sela acara wisuda yang dihadiri ribuan undangan dan tamu. Proficiat, Bu Bidan! (Ansel Deri)

Ket Foto: Petronela Peni Sanga, AMK, SKM dan suaminya, Drs Herman Y. L. Wutun, MBA berfoto bersama usai wisuda. Foto: Ansel Deri

Tidak ada komentar: