Jumat, 09 Januari 2009

Sultan di Ende

Sultan dan Ratu Hemas Disambut Hangat Warga Ende
Mayoritas Mengayomi Minoritas

Oleh Hieronimus Bokilia


Kedatangan Sri Sultan Ha­meng­ku Buwono X dan Sri Ratu Hemas di Ende disambut hangat masyarakat Kota Ende. Ribuan warga turun ke jalan mengelu-elukan Sri Sultan dan Sri Ratu Hemas saat berpawai menuju Lapangan Pancasila setelah tiba dan dijemput di Bandara Haji Hasan Aroeboesman Ende. Sri Ultan Hamengku Buwono X dan Sri Ratu Hemas saat berkun­jung ke museum Tenun Ikat di Jalan Soekarno juga dinobatkan sebagai warga kehormatan masya­rakat Ende Flores yang ditandai pengenaan pakaian adat lawo lambu dan luka lesu kepada Sri Sultan dan Sri Ratu Hemas.
Dalam kunjungan ke Ende, Selasa (25/11) ini, Sri Sultan bersama rombongan terlebih da­hulu mengunjungi situs Bung Karno. Sultan menitipkan pesan di dalam buku tamu yang berbunyi mohon untuk tetap dijaga seja­rah Bung Karno yang dapat memberi inspirasi sifat kejuang­an untuk bangsa Indonesia.

Bukan Tempat Pembuangan Saja
Sultan Hamengku Buwono X dalam orasinya di hadapan ribuan warga Kota Ende menga­takan, Ende bukan hanya seba­gai tempat pembuangan dan seja­rah bagi Bung Karno tetapi men­jadi motivasi bagi semua. Dari rumah yang sederhana, kata Sultan, tumbuh roh dan jiwa di da­lamnya untuk bangsa guna mena­tap ke depan. Dari pengasingan ke Ende itu, perjuangan bangsa di­lanjutkan.
Sultan mengatakan, di Yogya­karta, beliau sebagai pemuka adat dan selain sebagai kepala adat juga merangkap sebagai Gubernur DI Yogyakarta. Dikatakan, pada tanggal 28 Oktober 2008 lalu, masyarakat Yogyakarta dan ma­sya­rakat dari provinsi lain datang ke Yogyakarta dan meminta supa­ya bersedia mencalonkan diri untuk tahun 2009 pada waktu pemilihan presiden. "Saat itu saya sampaikan kesediaan untuk jadi calon presiden."
Namun, katanya, kehadiran di Ende bukan untuk kampanye apa­lagi telah dikenakan kepadanya pakaian adat sebagai bentuk ke­arifan lokal masyarakat. "Ini roh dan identitas budaya dan saya pakai maka saya menjadi bagian dari anda semua. Ini identitas budaya bukan identitas politik."
Dijaga dan Dilestarikan
Menurut Sultan, kearifan local wajib dijaga dan dilestarikan serta dihargai agar tetap tumbuh dan berkembang dalam mem­bangun karakteristik anak bangsa. Sebelum republik ini ada, masya­rakat telah memiliki tradisi, etnik sudah ada termasuk Ende dengan tradisi budaya yang dilahirkan oleh para pendahulu. Pada masa itu, para pendahulu termasuk penda­hulu di Ende telah berjuang dan menyatakan diri sebagai satu bangsa dan berbahasa satu bahasa Indonesia.
Dikatakan, Indonesia memiliki roh perbedaan tetapi roh perbe­daan ini bukan menjadi kelemahan tetapi sebagai kekuatan bangsa untuk bersatu. Pancasila di dalam salah satu silanya menyatakan Persatuan Indonesia yang di dalamnya ada pemahaman perbe­daan. Sebagai bangsa, kata Sultan, tidak ada etnik manapun yang mendominasi bangsa ini. Tidak ada agama yang mendominasi dan menjadi mayoritas. "Karena begitu ada dominasi akan ada konflik. Perbedaan harus dihargai dan yang mayoritas harus mengayomi yang minoritas dan dalam pluralisme yang terpenting adalah menghargai hak-hak orang lain, etnik dan agama lain. Sekali lagi tidak ada yang mendominasi."
Menurutnya, etnis bangsa tidak ada yang mayoritas dan minoritas namun kebetulan ada etnik terten­tu yang jumlah penduduknya lebih banyak dibanding etnik lain yang lebih sedikit. Yang lebih sedikit, kata Sultan, akan merasa aman, damai dan tenteram karena yang besar melindungi dan mengayomi.

Potensi Luar Biasa
Terkait keberadaannya di Ende, Sultan mengatakan, sepintas saat hadir di Ende ia melihat kondisi alam yang ada memiliki potensi yang luar biasa, potensi yang terpendam. Dengan potensi yang demikian besar, katanya, tidak semestinya pesimistis untuk men­sejahterakan masyarakat yang adalah anak bangsa. Potensi yang ada harus ditumbuhkan untuk menggapai kesejahteraan. Namun untuk mencapai itu pemerintah dan masyarakat tidak bisa bekerja sendiri tetapi dibutuhkan kerja sama. "Kerja sama tidak mesti dengan investor. Saya berharap Bapak bupati mau bekerja sama dengan Yogyakarta."
Dikatakan, sudah ada 17 pro­vinsi yang telah menjalin kerja sama dengan Yogyakarta yang rata-rata menyangkut perbantuan tenaga ahli untuk menggali potensi dan membuat produk yang ada menjadi lebih berdayaguna. Sultan mengambil contoh, Ende memiliki banyak lontar dan kelapa. Kelapa banyak yang dibuat kopra dan minyak goreng. Namun air kelapa­nya masih dibuang padahal masih dapat dimanfaatkan untuk nata de coco serta tempurung kelapa yang masih dapat dimanfaatkan untuk souvenir. Tenaga-tenaga ahli dan terampil tersebut dapat dikirim untuk memberdayakan masyara­kat agar tumbuh kelompok-kelom­pok baru dan diharapkan agar potensi yang ada bisa dimanfaat­kan oleh masyarakat.

Komit Terhadap Nilai Bangsa
Ketua Panitia Jakarta, Thobias Djadji pada awal kegiatan menga­takan, Sultan Hamengku Buwono X adalah pemimpin yang komit terhadap Pancasila dan nilai-nilai bangsa, pro kebhinekaan dan plu­ralis. Sultan juga merupakan tokoh yang komit terhadap rakyat kecil. Berangkat dari kondisi itu, ma­syarakat NTT di perantauan ber­pikir searah untuk mencari pe­mimpin yang bisa merasakan kegetiran dan penderitaan ma­syarakat NTT dan peduli terhadap nasib masyarakat NTT yang per­kembangannya sangat jauh dari daerah lain. Bahkan NTT diselo­rohkan sebagai bukan saja daerah tertinggal tetapi daerah yang ditinggalkan.
Dikatakan, pernyataan yang pernah dikumandangkan putra NTT di perantuan yang mengata­kan bahwa berangkat dari Floba­mora lewat Yogyakarta untuk Indonesia tercinta maka bersama masyarakat Ende ingin berucap kepada Sultan Hamengku Buwono X "Kami semua bersamamu wujud­kan Indonesia baru."
Gaspar Parang Ehok, Koordi­nator Umum NTT mengatakan, berbicara soal NTT tidak ada bahasan lain selain persoalan kemiskinan, keterbelakangan. Dalam perspektif ini, kata Ehok, kehadiran Sultan Hamengku Bu­wono X bersama Sri Ratu Hemas lebih berarti lagi karena kehadiran ini sebagai bentuk kepedulian terhadap persoalan masyarakat NTT dan Ende khususnya. Kepe­dulian semacam itu hanya milik orang-orang tertentu yang empati terhadap kehidupan masyarakat.
Menurutnya, masyarakat NTT merindukan kehadiran seorang pemimpin yang mampu memberi­kan jawaban kepada masyarakat dan peduli terhadap yang lemah. "Kami juga datang untuk memawa dukungan kami bagi Sultan Ha­mengku Buwono X menjadi pre­siden RI."
Bupati Ende, Paulinus Domi dalam sekapur sirihnya memper­ke­nalkan kabupaten Ende dengan potensi yang dimiliki. Danau Ke­limutu, kata Bupati Domi, bukan saja satu-satunya di Indonesia namun juga menjadi satu-satunya di dunia dan itu kendati di Yogya­karta merupakan daerah yang unik tetapi itulah keunikan Ende yang tidak dimiliki Yogyakarta.
Bupati Domi pada kesempatan itu juga menyampaikan terima kasih kepada Sultan yang telah mengulurkan bantuan kepada segenap mahasiswa asal Kabu­paten Ende pada saat Ende digun­cang gempa tahun 1992 lalu. Selain itu Bupati Domi juga mengucapkan terima kasih atas bantuan Sultan kepada mahasiswa Ende saat terjadi gempa Yogyakarta bebe­rapa waktu lalu.
Pada acara di lapangan Panca­sila, Sultan Hamengku Buwono X juga memberikan bantuan berupa bibit padi varietas unggul yang diproduksi oleh Yogyakarta. Ke­pada Bupati Domi, Sultan berpesan agar benih padi itu dicoba terlebih dahulu dan jika ternyata berhasil agar dikontak cukup per telepon untuk diberikan tambahan bibit bagi masyarakat petani Kabu­paten Ende.

Tidak ada komentar: