Kamis, 20 November 2008

TOLAK Tambang

Eman Ubuq:
Setia Melawan Keserakahan

Oleh Steph Tupeng Witin

Pria ini bertampang sangar. Tampilan fisiknya menggambarkan kerasnya perjuangan hidup di tanah Kedang. Alam yang keras penuh tantangan tapi sesungguhnya mengandung uhe, kekuatan terdalam bagi manusia. Bagi masyarakat Kedang, ulayat adalah warisan leluhur yang harus dipertahankan, dengan cara apa pun, meski itu berarti mengorbankan hidup. Tanah menopang hidup warga. Inilah filosofi yang melandasi perjuangan pria ini bersama warga Kedang menolak rencana pertambangan emas dan tembaga yang digulirkan oleh Pemerintah Lembata yang sangat tertutup, penuh kemunafikan, kebohongan dan kepalsuan. “Rakyat Kedang-Leragere melakukan perlawanan terhadap rencana tambang yang mengumbar keserakahan untuk mencaplok apa saja yang menjadi hak dan milik rakyat. Kita sebenarnya tengah mengoreksi kebijakan yang serakah itu. Keserakahan itu dibangun atas nama kesejahteraan rakyat.”
Ia dilahirkan di Benihading II, Kecamatan Omesuri, 8 Desember 1972. Putera ke-3 dari enam bersaudara buah cinta pasangan Mikael Aba dan Theresia Ina. Salah seorang saudarinya adalah Sr. Hironima, SSpS, saat ini bekerja di RS St. Elizabeth Lela. Pendidikan dasar dilaluinya di SDK Aliuroba dan melanjutkan ke SMPK St. Don Bosco Aliuroba tapi tidak tamat. “Pengalaman masa kecil dalam keluarga yang paling membahagiakan adalah saat Natal dan Paska kami sekeluarga berlibur ke kampung nenek yaitu Buriwutung. Di sana kami saksikan keindahan kampung yang tersusun, kesederhanaan hidup dan kesetiaan warga berjuang untuk bertahan hidup,” katanya.
Ia meninggalkan bangku SMP karena mengalami gangguan jiwa yang berlangsung selama satu tahu lebih. Ia melewatkan waktunya di kampung. Tahun 1990 ia memutuskan untuk merantau ke Malaysia selama 15 tahun. “Di Malaysia saya dipercaya menjadi penengah dalam setiap persoalan, entah persoalan keluarga, relasi antar rekan kerja dan sebagainya,” katanya. Ia kemudian menikah dengan Yosefina Nona tahun 1996 dan dikaruniai 2 anak, putri berumur 11 tahun dan putra berusia 2 tahun. Di desa, ia dipercaya menjadi ketua tim pelaksana program pengembangan kecamatan (PPK).

Otodidak
Menurutnya, isu akan adanya tambang emas dan tembaga sudah didengar tahun 2005. Pengetahuannya tentang tambang kosong. “Kebetulan saya bertemu dengan aktivis Jatam, Meentje Simautauw yang saat itu menjadi tim sukses Joker yang “berkelana” mengelilingi Kedang saat pilkada. Saya diberi buku-buku dan data-data dari jaringan tambang. Saya mulai mengenal pertambangan itu khususnya dampak negatif yang merusak dan menghancurkan lingkungan alam. Saya akhirnya memutuskan untuk berjuang bersama masyarakat menolak tambang dan mempertahankan tanah,” katanya.
Eman mengatakan, masyarakat Kedang menolak tambang karena ada kesadaran rencana ini akan menggusur mereka dari ulayatnya sendir di mana secara turun temurun mereka hidup dan berladang. “Orang Kedang melihat bahwa kampung halaman ditaburi nilai sakral sebagai kenangan dari nenek moyang yang harus dipertahankan. Pemilik ulayat sadar bahwa di atas ulayat ini hidup anak, isteri, sanak saudara, keluarga yang mengikat mereka turun temurun. Menjual ulayat berarti menyingkirkan semua itu dari ulayat. Adat orang Kedang tidak seperti itu. Kami hargai kebijakan sosial ini. Emas adalah kekuatan dalam tanah yang menghidupkan orang Kedang. Emas adalah tiang penopang tanah ulayat. Orang Kedang percaya akan kekuatan di atas (khalik) dan di bawah yaitu emas (uhe),” katanya.
Menurutnya, saat ini pemerintah terjebak dalam skenario kejahatan perusahaan yang berpikir bahwa rakyat akan dengan gampang menerima. Pemerintah terkejut bahwa rakyat kritis terhadap kebijakannya. “Ketika masyarakat sudah kritis, Pemkab mengolah penipuan dan dengan penipuan pemerintah semakin takut untuk mengakui dengan jujur kepada masyarakat bahwa pihaknya salah. Sampai saat ini konsep-konsep penipuan terus dibangun. Gelombang manipulasi dan rekayasa dukungan murahan terus membohongi rakyat. Masyarakat sudah tahu bahwa pemerintah menipu tapi penipuan terus dilancarkan. Rakyat sesungguhnya membutuhkan sebuah birokrasi yang jujur dan menghargai kesakralan ulayat,” katanya.
Eman mengimbau pemerintah agar menghentikan berbagai upaya untuk terus memanas-manasi rakyat dengan isu yang tidak bertanggung jawab. “Pemerintah berhentilah menjadi seolah-olah perusahaan yang akan menambang emas. Masyarakat meminta agar tambang dibatalkan. Sosialisasi dari siapa pun sudah lewat waktunya. Rakyat saat ini sudah bulat tolak tambang.”
Keterlibatan dalam perjuangan bersama rakyat melawan kekuasaan yang serakah memang selalu sarat resiko. Ketua Barisan Rakyat Kedang Bersatu (Baraksatu) yang dikenal sebagai “Pejuang sandal jepit” ini menghabiskan sebagian besar waktunya untuk konsolidasi rakyat di seluruh Kedang. “Keluarga sangat mendukung perjuangan saya ini. Selama perjuangan ini isteri saya mengambilalih peran saya dalam keluarga. Saya didukung oleh keluarga dan orang kecil yang lemah ini. Saya berusaha membela nasib mereka. Keluarga dan orangtua mempersembahkan saya ini untuk berjuang menjaga keutuhan ulayat kami,” katanya.

Tidak ada komentar: