Kamis, 20 November 2008

Simon Hayon

Bupati Simon Bantah Sebarkan Ajaran Sesat
*Romo Kerans: Kita sedang Kumpul Bukti


Oleh Steph Tupeng Witin

Bupati Simon Hayon dengan tegas membantah sebaran informasi yang tidak jelas sumbernya bahwa ia menyebarkan ajaran sesat di Kabupaten Flores Timur. Sebagian warga Flotim mengaku resah dan gelisah dengan pernyataan Bupati Simon Hayon yang hingga detik ini belum dibuktikan oleh siapa pun, termasuk para tokoh Katolik yang sudah menggelar pertemuan di ruang rapat Paroki San Juan Lebao-Larantuka, Sabtu (31/5) lalu. Menurutnya, pernyataan-pernyataan itu mesti dibaca sesuai konteks pembicaraan yang berkaitan dengan makna simbolik dan mesti dibedakan mana yang disebut makna dan mana yang disebut sejarah. Selain itu seluruh alur pembicaraan mesti diikuti secara tuntas dan bukan mengambil apalagi mengerti sepotong-sepotong dari pembicaraan dan ditafsirkan menurut kepentingan dan interese tertentu.
“Tuduhan dari beberapa kalangan terbatas bahwa saya menyebarkan ajaran sesat itu sama sekali tidak benar. Seingat saya, pernyataan-pernyataan yang dituduhkan itu tidak pernah saya lontarkan di depan publik Flotim dalam setiap kunjungan kerja. Saya tahu persis kapan, di mana dan bagaimana saya mengutarakan keyakinan pribadi dan apa yang mesti saya buka ke tengah publik sebagai konsekuensi dari kehadiran saya sebagai pejabat publik. Saya tidak pernah mencampuradukkan keyakinan pribadi untuk diikuti oleh rakyat apalagi memaksa. Semua pernyataan itu saya angkat dari khazanah budaya Lamaholot yang sangat kaya dan bukan saya bawa dari luar. Semua pembicaraan saya selama kunjungan kerja di Flotim terekam oleh Bagian Humas.”
Hal itu dikatakan Bupati Simon ketika ditemui di Larantuka, Minggu (8/6) lalu.sebagaimana dikaetahui, beberapa waktu lalu sejumlah tokoh Katolik di Kota Larantuka menggelar pertemuan di San Juan Lebao yang selanjutnya mempublikasikan kesimpulan pertemuan itu bahwa Bupati Simon dinilai menyesatkan warga dengan pernyataan-pernyataan publik bahwa Yesus Kristus lahir di Desa Wure, Kecamatan Adonara Barat, Nyi Lorokidul atau ratu pantai selatan berada di Desa Nobo Gayak, Kecamatan Ile Boleng, kuburan raja Firaun ada di Desa Nobo Gayak dan sebagainya. Bupati Simon memaknai semua tuduhan itu sebagai kritik terhadap dirinya sebagai pejabat publik. Ia mengajak kembali ke dokumen pembangunan sebagai dasar pijakan yang tercermin dalam visi-misi pemerintahan yang diupayakan untuk sejauh bisa dikonkretisasikan dalam pengelolaan pembangunan. Menurutnya, misi pertama adalah jati diri. Jati diri itu, selain koda, sabda yang diajarkan oleh agama-agama tetapi juga yang disebut koda dalam hukum adat. Jika semua nilai digali, Flotim sangat kaya dengan prinsip-prinsip, ajaran-ajaran yang sesungguhnya sangat menjamin hidup bersama secara layak dan berkesinambungan.
“Jadi semua itu sebenarnya kristalisasi dari ajaran agama maupun prinsip-prinsip ajaran yang kita temukan dalam hukum adat yang kita sebut koda pulo kirin lema. Itu sangat luar biasa. Saya dari lewo (desa) ke lewo ingin mengangkat itu. Jadi bukan sesuatu yang berada di luar lingkungan masyarakat Lamaholot. Ini kita gali dari kandungan masyarakat Lamaholot. Kalau kita bisa rumuskan ini menjadi jati diri, pijakan dan orientasi pembangunan maka adalah terlalu sederhana kalau kita hanya mengetahui ajaran-ajaran luhur. Mari kita melangkah lebih jauh. Siapa sesungguhnya yang mewarisi ajaran luhur ini, koko moja yang mewariskan ajaran yang baik.”

Bersih dan Berwibawa
Bupati Simon mengatakan, hal kedua yang diemban adalah menciptakan sebuah pemerintahan yang bersih dan berwibawa, termasuk upaya keras untuk memberantas praktek korupsi. Maka ia mengajak segenap rakyat untuk kembali ke fitrah, kebeningan meski dalam praktek pemerintahan, agama dan hukum adat, ada bias. “Bagi saya, makna pembangunaan adalah upaya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia (ata diken). Saya lihat secara umum di Indonesia, setiap hari kita bicara tentang pembangunan tetapi setiap hari juga kita saksikan sebagian rakyat diusir-usir, dikejar-kejar seperti hewan. Saya tidak mau kita di sini mengalami hal yang sama. Marilah kita wujudkan keadilan, pemerataan supaya susah senang kita sama-sama. Prinsip, nilai hidup solidaritas itu ada, hidup di dalam masyarakat Lamaholot, di dalam agama dan hukum adat, tekan tabe gike uku, tenu tabe lobon luan. Itu yang saya angkat: Ini tentang ajaran.”
Bupati Simon mengatakan, selanjutnya ia mengajak untuk melangkah lebih jauh agar mengetahui siapa leluhur dan hal ini menghantar kita maka memasuki wilayah sejarah. Sejarah bicara tentang peristiwa apa, kejadian apa, siapa pelaku, di mana, kapan. Sejarah tidak menggugat soal ajaran meski sejarah bisa saja keliru karena ditulis oleh manusia. Maka sejarah terbuka untuk didiskusikan. “Jadi saya sendiri tidak paham kalau semua itu disebut ajaran sesat karena saya melihat orang-orang itu tidak bisa membedakan secara jernih mana ajaran dan mana yang disebut sejarah. Di lingkungan masyarakat Lamaholot, temutu/sejarah itu terungkap dalam bahasa-bahasa simbolik, bahasa perumpamaan sehingga kita perlu memaknai lebih jauh makna di balik bahasa perumpamaan. Kecuali kalau saya membawa ajaran dari luar. Seingat saya, saya tidak pernah bicara di depan publik soal Firaun, soal Wureh, laut mati, Nyi Roro Kidul.”
Menurutnya, beberapa waktu lalu satu lembaga dari Prancis yang namanya La Rocelle akan mengirim beberapa ahlinya ke Flotim: antropolog, linguistik, geolog dan arkeolog yang akan masuk dalam wilayah sejarah untuk membuat penelitian sehingga setiap pembicaraan selalu ada dasar-dasarnya dan bisa dipertanggungjawabkan. “Semua pembicaraan itu terekam. Misalnya, di dalam sole oha (tandak/dolo) ada ungkapan: belo kopong keni, barek ata kiwaan tani nete liman (pemuda yang terbunuh, perempuan menangis dengan tangan terulur). Bagi saya, kopong keni, bareka ata kiwan harus dimaknai lebih jauh dari itu. Tapi saya tidak pernah mengatakan Yesus lahir di sini, di sana, itu tidak. Saya juga agak hati-hati karena ada “kalangan” yang lain. Lain halnya kalau itu di kalangan sendiri, saya langsung mengatakan, itu ungkapan untuk Yesus. Kopong keni itu bukan satu orang dengan nama itu tetapi keropong, kemamu. Barek ata kiwan itu bisa diasosiasikan dengan Bunda Maria. Tapi apakah itu menunjukkan bahwa di sini tempatnya, belum tentu. Tetapi bahwa sebagian masyarakat Lamaholot mengenal itu sehingga dari zaman ke zaman dinyanyikan di dalam sole oha.”
Terkait upacara di Nobo, Bupati Simon mengatakan, upacara itu dalam Lewotana. Di Nobo itu ada lewo, desa, tapi Nobo yang kita maksud itu dalam konteks Lewotana. Anggapatan kita Solor watan lema, Solor lima pante. Upacara itu dalam konteks lewotana solor watan lema. “Kaitan dengan emas, hasil laboratorium memang positif. Sebenarnya pada 18 Mei 2008, tim langsung melakukan survey berdasarkan hasil lab tapi ini miliknya Lewotana, milik rakyat, ini semua tergantung pada rakyat. Jangan hanya diambil untuk kepentingan “orang lain.” Saya punya keyakinan, kalau tambang emas itu adalah warisan leluhur, maka mereka punya kemampuan untuk sembunyikan itu. Leluhur itu kan mereka yang suci yang kita sebut inam bela, brelo redong. Ini soal keyakinan saya. Untuk memastikan itu, kita cari orang yang memiliki teknologi.”

Lestariakan Budaya
Kabag Humas Setda Flotim, Nor Lanjong Kornelis di Larantuka, Minggu (8/6) menegaskan, selama tiga tahun memimpin Flotim, Bupati Simon sangat menjunjung tinggi adat Lamaholot yang mengandung koda adat (sabda) yang berisi ajaran hidup (koda pulo kirin lema) yang hidup di tengah rakyat yang menjadi landasan membangun hidup masyarakat. Menurut Lanjong, Bupati Simon menghidupkan ajaran-ajaran tersebut sejalan dengan tema kepemimpinan politik dalam perspektif pembangunan yang berparadigma budaya demi terwujudnya masyarakat Flotim yang maju, sejahtera, bermartabat serta berdaya saing dengan misi membentuk masyarakat Flotim yang memiliki jati diri (ata diken).
Terkait upacara di Nobo Gayak, Ile Boleng, Lanjong menginformasikan, upacara itu dilakukan untuk menghormati para leluhur yang sama seperti dilakukan ketika hendak mendirikan bangunan (rumah adat atau gereja) yang selalu didahului dengan penyembelihan hewan kurban. “Bupati Simon menghidupkan nilai dan ajaran yang hidup dalam Lamaholot. Beliau tidak membawa ajaran dari luar untuk sesatkan warga,” katanya.

Kumpul Bukti
Deken Larantuka, Romo Adu Kerans, Pr saat ditemui di Pastoran Lebao, Senin (9/6) lalu mengatakan, pernyataan bahwa Bupati Simon dinilai menyebarkan ajaran sesat mengungkapkan keresahan beberapa tokoh Katolik berdasarkan apa yang didengar. “Saya menarik kesimpulan bahwa semua itu hanya kita dengar. Sebagian besar peserta yang ikut pertemuan itu mengaku hanya mendengar. Saya tekankan supaya mencari bukti-bukti yang jelas untuk mendukung bahwa yang didengar itu betul. Saya juga sudah dekati bapak bupati. Ada banyak istilah yang dirangkaikan dengan keagamaan itu, dia tidak omong. Bupati lebih banyak dengan Alber Pito maka mereka kaitkan bahwa itu bupati yang omong. Forum pemerhati ini sedang cari data, bukti yang jelas. Semua mereka hanya dengar.”
Menurutnya, forum telah publikasikan penilaian itu di media. Langkah berikut adalah menjelaskan kepada umat supaya tidak resah. Misalnya, ada emas di Nobo. Sudah ada upacara adat maka langkah berikut adalah survei untuk membuktikan bahwa emas itu ada atau tidak. Itu ilmiahnya.
“Koran itu memuat sesuatu yang orang perlu buktikan. Kelompok spontan, punya inisiatif, lihat keresahan di dalam masyarakat, diskusi bersama untuk temukan langkah hilangkan keresahan itu. Tapi bupati bilang dia tidak omong. Maka sudah ada pencemaran nama baik pejabat (bupati). Kita anjurkan agar ada pemulihan nama pejabat. Kita minta DPRD untuk dialog dengan bupati terkait pencemaran nama baik itu. Ada yang minta agar massa turun untuk dialog bersama, tapi kita mesti waspada karena bisa jadi ada banyak pikiran emosional masuk dan itu berbahaya. Pikiran terakhir, nanti kita ke DPRD dengan utusan dari paroki. Maksudnya supaya mereka mengerti masalah yang sebenarnya.”
Romo Kerans mengatakan, Uskup Frans meminta agar diberi pemahaman yang jelas, jangan bersikap emosional, tetap rasional, dengan semangat baik, kebenaran. Banyak orang menangkap dan mengambil pernyataan bupati sepotong-sepotong tetapi melihat pesan waktu itu (konteks). Misalnya, Yesus lahir di Wureh. Pesannya bisa historis atau konteks, pesan rohani. Pemahaman itu bisa dimengerti secara konteks pembicaraan dan acara saat itu.
“Kita sedang cari dan kumpulkan bukti (Pulbaket). Mass media itu belum menjadoi kebenaran. Orang harus dengar langsung. Kesulitan kita adalah apakah orang yang mendengar langsung itu mau bertanggung jawab? Persoalan ini harus dlihat secara jernih. Kalau kita dengar apa yang orang katakan, kita bisa tahu latar belakang orang itu. Apakah kalah politik, pernah ada soal dengan beliau, pernah disakiti. Itu berbahaya, kita bisa ditarik masuk dalam lingkaran itu.”

Kenapa Resah?
Pastor Paroki Lewotobi, Romo Frans Amanue, Pr dari Larantuka, Selasa (17/6) mempertanyakan dasar keresahan, data dan bukti pernyataan serta dugaan bahwa ada kelompok yang sedang menggalang kekuatan untuk melawan pemerintah. Menurutnya, tokoh-tokoh Katolik menilai Bupati Simon sudah meresahkan umat beragama di Flotim. Pernyataan itu mesti ditunjukkan pada forum mana, kapan, siapa yang jadi saksi karena tidak cukup hanya mengatakan “orang bilang orang omong, banyak orang dengar seperti itu.”persisnya pernyataan itu berbunyi bagaimana? Pernyataan itu harus diletakkan dalam keseluruhan konteks, jangan sepenggal-sepenggal. Harus juga dibedakan forum publik dan forum diskusi/sharing.
“Mengapa resah dengan pernyatan Bupati Simon? Kalau resah, itu berarti iman kita masih belum mendalam. Apa kerja para pastor selama ini? Kita hidup dan bekerja di tengah umat, tidur bangun dengan umat setiap waktu tapi seorang Simon saja dengan pernyataannya telah membuat umat resah dan sebagian pastor kelabakan lalu ikut buat penilaian yang dimuat di media tanpa disertai bukti dan data yang akurat. Bupati Simon sudah menyatakan bahwa apa yang disampaikan itu merupakan keyakinan pribadi dan tidak pernah disampaikan di depan publik. Jelas ‘kan? Kenapa resah dan repot, malah pusing tujuh keliling?”
Menurutnya, pertemuan yang digelar di Lebao yang melibatkan tokoh-tokoh dari Paroki Waibalun, Kathedral, Lebao dan Weri berlebihan. Apa yang kamu cari? Soal ajaran sesat, sederhana sebenarnya yaitu hierarki bertindak. Ada uskup dan perangkat-perangkatnya, ada dewan imam, malah Keuskupan Larantuka memiliki pakar teologi. Tidak perlu dengan mengerahkan paroki-paroki. Dengan data dan fakta, Bupati Simon bisa dipanggil, ditegur, malah kalau perlu ekskomunikasikan dia. “Ketika Forum Reformasi Flotim (FRF) yakni sekelompok LSM bersama beberapa pastor menuding dugaan KKN Bupati Felix, institusi gereja tidak jelas sikapnya, malah “memusuhi” pastor-pastor itu. Padahal KKN merugikan rakyat. sekarang institusi gereja terlihat bermanuver, sepertinya menggalang kekuatanmelawan musuh. Kalau Simon sesat, katakan terus terang, tindaki dia, jangan seperti orang yang tidak percaya diri lalu galang kekuatan melawan. Apa yang kamu cari? Mau jatuhkan Simon sebagai bupati? Jika itulah yang tersembunyi di balik manuver tersebut, apa gereja tidak sedang berpolitik? Dulu, pastor-pastor FRF dituding berpolitik. Sekarang ini: siapa yang berpolitik?”
___________________________________

Kebijakan Uang Makan PNS Sesuai Aturan
*Agus Boli: Uang LP Tidak Wajib Hukumnya

Oleh Steph Tupeng Witin dan Frans Kolong Muda

Bupati Simon Hayon mengatakan, kebijakan terkait uang lauk pauk bagi pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Flores Timur telah sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 22/PMK tahun 2007 tanggal 23 Pebruari 2007, pemberian uang makan bagi PNS itu hanya berlaku bagi PNS pada lingkup departemen/kementerian (vertikal) dan di daerah hanya berlaku bagi PNS yang bekerja di departemen agama, badan pertanahan nasional (BPN), kejaksaan, pengadilan dan sebagainya dengan besaran Rp10.000. Sedangkan bagi PNS di daerah, berdasarkan surat edaran Mendagri kepada para gubernur dan bupati/walikota Nomor 841.7/680/BAKD tanggal 22 Agustus 2007 terkait penyediaan uang makan bagi PNS di daerah, pada poin kedua surat edaran tersebut mengatakan, pemberian uang makan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dengan standar biaya yang ditetapkan oleh kepala daerah dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pemkab Flotim telah melahirkan edaran Bupati Flotim Nomor BPKAD.841.7/01/1/2008 tanggal 3 Januari 2008 terkait pemberian uang makan bagi PNS sebesar Rp7500.
Hal itu ditegaskan Bupati Simon ketika ditemui di Larantuka, Minggu (8/6) untuk menjawabi tuntutan para guru melalui wadah PGRI yang telah mendatangi DPRD Flotim sebanyak 4 kali untuk menuntut kenaikan uang lauk pauk dari Rp7500 menjadi Rp10.000. Bahkan dalam tuntutan uang lauk pauk ini juga disuarakan oleh Forum Dewan Pastoral Paroki se-Kota Larantuka yang mendatangi DPRD Flotim terkait ajaran sesat, Selasa (17/6). DPRD Flotim merespons tuntutan para guru itu dengan membuat keputusan DPRD Flotim No.20/DPRD.Kab/Flt/2008 tentang persetujuan DPRD Flotim untuk menambah uang makan bagi PNS lingkup Pemkab Flotim. Persetujuan DPRD Flotim ini mendapat perlawanan dan penentangan dari beberapa elemen masyarakat Flotim seperti warga Solor Barat, Jaringan Petani Wulanggitang (JANTAN), Komunitas Rakyat Demokrasi (KonRad) dan massa dari Forum Masyarakat Ile Boleng dan Klubagolit. Massa rakyat ini mempertanyakan pendasaran pembuatan keputusan DPRD tersebut.
Terkait desakan perlawanan massa rakyat tersebut, Ketua DPRD Flotim, Mikhael Betawi Tokan saat menerima massa Forum Masyarakat Ile Boleng dan Klubagolit, Rabu (18/6) mengatakan, sikap dewan sudah bulat yaitu akan menindaklanjuti aspirasi masyaarkat sesuai prosedur dan mekanisme DPRD. “Segala aspirasi akan kita bahas dan kita jadikan bahan pertimbangan dalam pembahasan APBD perubahan bulan Agustus 2008” (FP, 17/6).
“Peraturan Menteri Keuangan No 22 thn 2007sangat jelas mengatakan bahwa besaran uang lauk pauk Rp10.000 hanya berlaku bagi PNS dalam lingkungan kementerian negara. Itu berarti bahwa untuk PNS di daerah tidak berlaku. Ketentuan bagi PNS di daerah berlaku ketika ada surat edaran Mendagri yang membuka peluang agar daerah boleh mengalokasi dana sepanjang kemampuan keuangan daerah memungkinkan. Tidak ada dana khusus dari Jakarta yang dialokasikan perorang Rp10.000. Ini uang yang sudah masuk di APBD dan itu daerah yang mengatur. Ini kebijakan setempat. Saat rapat para Sekda se-Indonesia di Mataram beberapa waktu yang dihadiri Sekda Diaz Alffi, para Sekda se-Indonesia sangat heran karena Pemkab Flotim sudah bisa mengalokasikan uang lauk pauk bagi PNS daerah sebesar Rp7500,” kata Bupati Simon.

Solidaritas
Menurut Bupati Simon, saat bertemu dengan utusan Ranting PGRI Waibalun yang berdialog dengannya di kantor, ia menawarkan kalau para guru tidak mempercayai landasan kebijakan yang telah ditempuh oleh pemerintah, pihaknya bisa memfasilitasi utusan para untuk ke Jakarta bertemu dengan Mendagri, tetapi para guru tidak mau. “Ketika saya melakukan kunjungan ke desa-desa, saya mengedepankan prinsip koda pulo kirin lema dan nilai utama yang saya angkat adalah tekan tabe liu uku, tenu tabe lobon rua. Itu prinsip solidaritas, saling tolong menolong, hidup bersama. Maka saya mengangkat persoalan guru ini sebagai contoh bagi masyarakat. Saya tidak dalam rangka melecehkan guru. Bahasa saya adalah: Saya ingat para PNS, saya ingat para guru tapi saya juga diberi kesempatan untuk mengingat rakyat Flores Timur yang jumlahnya 225 ribu jiwa lebih. Konteks mereka itu petani, nelayan, pedagang kecil. Mereka butuhkan air, jalan, listrik, bibit tanaman, pemberdayaan ekonomi. Tolong kita ingat dengan prinsip Lamaholot tadi yanbg juga diajarkan oleh agama-agama kita. Mari kita ingat juga saudara-saudara kita yang lain. Alokasinya uang lauk pauk sebesar Rp7500 saja itu sudah hampir Rp10 miliar kami siapkan. Kalau mereka menuntut lagi tambah Rp2500 berarti tambah sekitar Rp3 miliar lebih lagi. Jadi sekitar Rp13 miliar harus disiapkan. Nah kalau kita bangun jalan, sudah berapa ruas jalan, listrik, air minum yang rakyat, termasuk para PNS, guru, rakyat pada umumnya bisa nikmati?”

Terbuka Dikritik
Bupati Simon membantah penilaian segelintir “orang” bahwa ia stress dalam masa kepemimpinan di Flotim. “Saya enjoy dengan apa yang saya lakukan. Pembangunan fisik berjalan tapi saya tidak inginkan pembangunan cuma sampai di situ. Mari kita lebih jauh: soal nilai, bagi saya harus ada keseimbangan. Kita melihat Indonesia: pembangunan fisik, ya, tapi coba kita lihat hubungan persaudaraan, persatuan, seperti apa? Porak poranda. Raskin saja orang berkelahi. Itu artinya, nilai yang menjamin kebersamaan, keberlanjutan itu hilang. Percuma kita bangun infrastruktur tanpa diikat oleh nilai. Kristalisasi nilai-nilai itu, koda pulo kirin lema itu tercermin dalam diri masing-masing kita. Mampukah kita menunjukkan budi adat itu dalam kenyataan? Fakta di lapangan, ketika saya melakukan kunjungan untuk melantik kepala desa, rakyat penuh sesak mendengarkan pemerintah. Kalau rakyat tidak suka saya, pasti kosong, mungkin satu dua orang saja.”
Ia mengatakan, sejak memangku jabatan bupati, ia siap dikritik oleh siapa pun asalkan rasional dan disampaikan secara benar dan santun. “Saya terbuka untuk dikritik. Kita diciptakan tidak sempurna. Banyak orang bisa sempurnakan kita. Mari kita saling terbuka. Kalau kita bening, tidak ada soal sebenarnya. Kalau rakyat katakan Simon Hayon tolak tambahan Rp2500 itu keliru, tidak baik dan rakyat membela para guru, saya berhenti. Saya tidak ragu-ragu. Saya katakan itu juga di desa-desa yang saya kunjungi. Saya tidak akan berpihak pada kebatilan. Sepanjang saya tidak mengkhianati sumpah saya yaitu tidak makan uang rakyat, apa pun, silahkan mereka bikin. Saya sumpah kepada leluhur untuk tidak mengutak-atik apa yang menjadi hak rakyat. Saya makan apa yang menjadi hak saya. Saya yakin, kalau kita kerja jujur, leluhur yang di atas akan melindungi kita.”

Tidak Wajib Hukumnya
Direktur Lembaga Kajian dan Advokasi Bebas Rakyat NTT (LKABER NTT), Agust Payong Boli saat diwawancarai wartawan Flores Pos, Frans Kolong Muda, Jumat (20/6) mengatakan, sesuai peratutan Menteri Keuangan RI Nomor 22/PMK tanggal 22 Februari 2007, uang makan sebesar Rp10.000 hanya untuk PNS lingkup kementerian/departemen sedangkan landasan uang makan PNS daerah adalah surat Mendagri Nomor 841.7/680/BKAD/2007 khususnya poin ke-2 yang intinya, pemberian uang makan bagi PNS daerah disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. “Pemkab Flotim menerjemahkan surat edaran Mendagri itu ke dalam Perda tentang APBD II tahun 2008 dengan mengalokir uang makan bagi PNS daerah sebesar Rp7500/PNS/hari kerja. Secara hukum, surat edaran Mendagri itu sama dengan imbauan atau permohonan untuk dilaksanakan tetapi tidak wajib hukumnya karena surat edaran itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat untuk menjadi dasar pembayaran uang makan bagi PNS daerah. Realisasi uang makan sebesar Rp7500/PNS/hari kerja karena kemauan baik Pemkab Flotim dan bukan karena kewajiban hukum. Dari aspek hukum, Pemkab Flotim tidak diwajibkan untuk mengalokir uang makan bagi PNS daerah, apalagi uang makan itu diambil dari APBD II Flotim yang merupakan milik bersama publik dan aparatur, tentu dengan mempertimbangkan kondisi keuangan daerah,” katanya.
Menurutnya, seandainya Pemkab Flotim tidak menambah uang makan bagi PNS daerah, bukan berarti mengabaikan aspirasi PGRI dan PNS daerah lainnya tetapi mesti mengedepankan kebutuhan dasar publik berupa jalan raya di daerah terisolir seperti Adonara Barat, Solor dan Flotim daratan, air bersih di Adonara, Solor dan Tanjung Bunga serta kebutuhan penerangan listrik yang merata di Flotim. “Kebijakan untuk tidak mengalokir uang makan bagi PNS daerah sama sekali tidak melanggar hukum. Tuntutan PGRI itu, hemat saya mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman akibat kurangnya sosialisasi dari Pemkab Flotim. Kita harapkan agar demonstrasi di Flotim tidak disusupi kepentingan politik tertentu,” katanya.
Ketua Flores Institute for Resources Development (FIRD), Melky Koli Baran mengatakan, dengan adanya edaran bupati nomor BPKAD.841.7/01/1/2008 tanggal 3 Januari 2008 maka ada payung hukum untuk uang makan PNS di Flotim. APBD 2008 mengalokasikan uang makan bagi 5.151 PNS X 22 hari kerja X 12 bulan X Rp7500 = Rp10.198.980.000. Jelas, dana sebesar ini menyedor anggaran pembangunan publik lain. Ketika PNS menuntut tambahan uang makan menjadi Rp10.000 maka perlu tambahan Rp3.399.660.000 yang terjadi di tengah tahun anggaran tanpa proses penambahan belanja rutin pada APBD yang pasti menyedot lagi belanja pembangunan publik. “Jika kita andaikan, subsidi rakyat miskin untuk renovasi rumah dengan biaya Rp2 juta/rumah maka hanya dengan tidak menaikkan uang makan PNS, Pemkab sudah bisa mensubsidi kurang lebih 1.699 keluarga miskin pada tahun 2008 ini. Pengandaian yang sama bisa dibuat untuk subsidi sarana pendidikan, kesehatan dan sebagainya.”

PGRI Ambil Sikap
Ketua PGRI Flotim, Yohanes Emi Keyn kepada wartawan Flores Pos, Frans Kolong Muda, Jumat (20/6) mengatakan, PGRI Flotim akan segera mengambil sikap untuk melakukan rapat organisasi jika Pemkab Flotim tidak merealisasikan keputusan DPRD Flotim Nomor 20/DPRD.Kab/Flt/2008 tentang persetujuan DPRD Flotim terkait penambahan uang makan bagi PNS lingkup Pemkab Flotim.
Terkait penolakan dan desakan keras kelompok masyarakat yang menolak keputusan DPRD Flotim, Keyn mengatakan, pembangunan untuk publik tentu tidak mengorbankan para guru dan PNS lainnya. Demikian juga menaikkan uang makan PNS tidak boleh mengorbankan pembangunan umum. “Kalau pemerintah tidak merealisasikan tambahan uang makan sebagaimana yang sudah dilegitimasi DPRD, maka secara organisasi PGRI akan menggelar rapat untuk membicarakan hal itu. DPRD dan pemerintah punya institusi, PGRI sebagai organisasi juga punya sikap. Saya s elaku ketua PGRI tidak mengambil keputusan sepihak tapi harus mendengar putusan organisasi,” katanya.
Sekretaris PGRI Flotim, Bartholomeus Payong Dore yang dihubungi melalui telepon selulernya, Jumat (20/6) mengatakan, meski keputusan DPRD Flotim untuk menaikkan uang makan bagi PNS menjadi Rp10.000 belum direalisasikan, PGRI tetap berpegang pada keputusan politik DPRD tersebut. “Kalau pemerintah masih bertahan tidak naikkan uang makan, PGRI juga tetap akan bertahan. PGRI tidak mengenal istilah pembatalan tambahan uang makan bagi PNS.” Terkait tuntutan PGRI ini, Bupati Simon saat dikonfirmasi dari Ende, Minggu (22/6) mengatakan, berdasarkan notulen resmi dari DPRD Flotim yang diterima, belum ada keputusan untuk merealisasikan tuntutan para guru atau tidak. Aspirasi itu sesuai mekanisme DPRD masih akan ditindaklanjuti. “Saya masih harus tanya bagian keuangan daerah dulu karena kenaikan uang makan bagi PNS mempunyai resiko terhadap alokasi pembangunan daerah lainnya. Kita sedang berada di tengah perjalanan tahun anggaran ini,” katanya.

Tidak ada komentar: