MENDENGAR -- Menteri Kehutanan RI Malam Sambat Kaban sedang mendengar penjelasan dari Pastor Petrus C Aman OFM dan Pastor Mikael Peruhe OFM dari JPIC OFM Indonesia terkait pertambangan di hutan lindung di Kabupaten Manggarai dan kasus tujuh petani di Lembata.
Florespos/ansel deri
Florespos/ansel deri
Menteri Kehutanan Minta Klarifikasi Dishut Lembata
Oleh Ansel Deri
Menteri Kehutanan RI Malam Sabat Kaban meminta klarifikasi pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Lembata, NTT terkait penetapan status hutan lindung Hadakewa Labalekan, Lembata yang kini dipersoalkan sejumlah petani menyusul ditahannya tujuh orang petani.
“Pak Menteri meminta pihak Dinas Kehutanan Lembata agar mengklarifikasi penetapan hutan di wilayah itu menjadi hutan lindung yang selama ini merupakan tempat bercocok tanam petani. Pasalnya, selama ini mereka menggantungkan hidupnya dari lahan miliknya. Tapi, tiba-tiba diklaim sepihak sebagai hutan lindung oleh Dinas Kehutanan Lembata,” kata praktisi hukum Petrus Bala Pattyona kepada sejumlah wartawan di Jakarta, Senin (8/12).
Petrus mengemukakan hal itu usai beraudiensi dengan Menteri Kehutanan Malam Sabat Kaban di kantornya, Gedung Manggala Wana Bhakti, Jakarta, Jumat, (5/12) lalu. Ikut mendampingi Menteri antara lain Kepala Badan Planologi Departemen Kehutanan RI Yeti dan Kepala Pusat Pengukuhan Hutan RI Soetrisno.
Sejumlah perwakilan elemen masyarakat juga hadir dalam pertemuan. Mereka antara lain Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Forqan, Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Tengah (Sulteng) Wilianita Silviana, dan Direktur Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) OFM Indonesia Pastor Petrus C Aman, OFM, staf pengajar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta Pastor Alex Lanur, OFM dan Pastor Adrianus Sunarko, OFM serta staf bidang advokasi JPIC OFM Indonesia Pastor Mikael Peruhe OFM.
Hadir pula sejumlah mahasiswa dan sesepuh masyarakat Lembata se-Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Nampak sesepuh Lembata yang kini Ketua Umum Induk Koperasi Unit Desa Indonesia Herman Yosef Loli Wutun. Juga Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Forqan, Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Tengah (Sulteng) Wilianita Silviana, dan wartawan asal Manggarai, Agustinus Dawarja.
Dinas Kehutanan Lembata telah menetapkan sepihak lahan pertanian masyarakat menjadi hutan lindung. Empat orang petani akhirnya ditetapkan sebagai tersangka karena dituding merambah hutan lindung. Padahal, kata Bala Pattyona, penetapan status hutan lindung harus melewati prosedur yang sangat panjang.
“Prinsipnya, Pak Menteri sangat memperhatikan kasus yang tengah menimpa sejumlah petani di Lembata menyusul penetapan lahan pertanian mereka menjadi hutan lindung,” lanjut Bala Pattyona, pengacara kelahiran Desa Belabaja, Lembata ini.*
Oleh Ansel Deri
Menteri Kehutanan RI Malam Sabat Kaban meminta klarifikasi pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Lembata, NTT terkait penetapan status hutan lindung Hadakewa Labalekan, Lembata yang kini dipersoalkan sejumlah petani menyusul ditahannya tujuh orang petani.
“Pak Menteri meminta pihak Dinas Kehutanan Lembata agar mengklarifikasi penetapan hutan di wilayah itu menjadi hutan lindung yang selama ini merupakan tempat bercocok tanam petani. Pasalnya, selama ini mereka menggantungkan hidupnya dari lahan miliknya. Tapi, tiba-tiba diklaim sepihak sebagai hutan lindung oleh Dinas Kehutanan Lembata,” kata praktisi hukum Petrus Bala Pattyona kepada sejumlah wartawan di Jakarta, Senin (8/12).
Petrus mengemukakan hal itu usai beraudiensi dengan Menteri Kehutanan Malam Sabat Kaban di kantornya, Gedung Manggala Wana Bhakti, Jakarta, Jumat, (5/12) lalu. Ikut mendampingi Menteri antara lain Kepala Badan Planologi Departemen Kehutanan RI Yeti dan Kepala Pusat Pengukuhan Hutan RI Soetrisno.
Sejumlah perwakilan elemen masyarakat juga hadir dalam pertemuan. Mereka antara lain Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Forqan, Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Tengah (Sulteng) Wilianita Silviana, dan Direktur Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) OFM Indonesia Pastor Petrus C Aman, OFM, staf pengajar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta Pastor Alex Lanur, OFM dan Pastor Adrianus Sunarko, OFM serta staf bidang advokasi JPIC OFM Indonesia Pastor Mikael Peruhe OFM.
Hadir pula sejumlah mahasiswa dan sesepuh masyarakat Lembata se-Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Nampak sesepuh Lembata yang kini Ketua Umum Induk Koperasi Unit Desa Indonesia Herman Yosef Loli Wutun. Juga Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Forqan, Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Tengah (Sulteng) Wilianita Silviana, dan wartawan asal Manggarai, Agustinus Dawarja.
Dinas Kehutanan Lembata telah menetapkan sepihak lahan pertanian masyarakat menjadi hutan lindung. Empat orang petani akhirnya ditetapkan sebagai tersangka karena dituding merambah hutan lindung. Padahal, kata Bala Pattyona, penetapan status hutan lindung harus melewati prosedur yang sangat panjang.
“Prinsipnya, Pak Menteri sangat memperhatikan kasus yang tengah menimpa sejumlah petani di Lembata menyusul penetapan lahan pertanian mereka menjadi hutan lindung,” lanjut Bala Pattyona, pengacara kelahiran Desa Belabaja, Lembata ini.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar