*Semiloka JPIC Tolak Tambang di Flores dan Lembata (3/Habis)
DPRD: Wakil Rakyat atau Wakil Pemodal?
Oleh Steph Tupeng Witin
Staf ahli Litbang PDIP, Ansel Alaman mengajak peserta semiloka menelusuri lorong-lorong birokrasi pengambilan keputusan publik. Berbagai peraturan yang dihasilkan pengambil kebijakan umumnya mengarah pada terciptanya kesejahteraan umum. Apalagi di era otonomi daerah (Otda), kebijakan pengambilan keputusan publik begitu luas diberi kepada kepala daerah dan perangkatnya. DPRD memiliki kewenangan yang besar bersama pemerintah menentukan guliran roda pembangunan.
Romo John Lein, Pr membagikan pengalamannya dalam mendampingi umatnya menolak rencana tambang yang digulirkan oleh Pemerintah Kabupaten Lembata. Beragam cara dan jalan diupayakan-sering dengan penyesatan informasi yang penuh kebohongan- untuk “merebut” hati rakyat. Sebuah kebijakan yang mengusung kesejahteraan rakyat disosialisasikan dengan cara yang tidak benar dan tidak jujur. Rencana tambang mendapatkan perlawanan dan penolakan dari segenap elemen masyarakat. Rakyat diombang-ambingkan dalam ketidakpastian: di satu pihak, gelombang penyesatan informasi digulirkan dan di sisi lain kelompok masyarakat yang kritis melawan dengan memberikan informasi yang benar kepada rakyat.
Menurutnya, di tengah situasi rakyat yang gamang, DPRD Lembata justu mengambil posisi yang berlawanan dengan rakyat yang diwakilinya. DPRD Lembata justru mengikuti “logika” pemodal yang bersama pemerintah sangat gencar menyosialisasikan rencana tambang yang semakin keras dan kuat mendapatkan penolakan dan perlawanan dari rakyat. Bahkan Ketua DPRD Lembata, Petrus Boliona Keraf menandatangani nota kesepahaman rencana tambang di Jakarta tanpa pernah bicara dan mendengarkan aspirasi rakyat. Sebuah keterwakilan yang kosong!
“Sikap DPRD Lembata ini menimbulkan pertanyaan: siapa sebenarnya yang sedang diwakili oleh DPRD Lembata? Rakyat yang memilih mereka atau pemodal yang datang untuk menghancurkan tanah Lembata dan mencemarkan laut? Maka kita dapat mengatakan bahwa DPRD tidak ada lagi di Lembata. Mereka bukan lagi wakil rakyat tetapi wakil pengusaha/pemodal yang berambisi menghancurkan lingkungan Lembata yang sudah kering dan tandus itu. Hanya beberapa anggota DPRD yang komit berjuang bersama rakyat sampai hari ini.”
Pertanyaan “Apakah DPRD benar-benar mewakili rakyat?” menjadi sangat relevan ketika rakyat Flores-Lembata diperhadapkan pada persoalan seputar rencana tambang yang kini hampir merata menyebar. Selain Lembata, Kabupaten Ende, Ngada, Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat tengah diliputi kecemasan terkait rencana kehadiran tambang.
Ketua JPIC Provinsi SVD Ruteng, Pater Simon Suban Tukan, SVD membagikan pengalamannya bagaimana berjuang mendekati dan meyakinkan anggota DPRD di Kabupaten Manggarai untuk memperjuangkan aspirasi rakyat mempertahankan kelestarian alam lingkungan dari serbuan gusuran alat-alat berat. Menurutnya, pertambangan merupakan bencana dashyat bagi kelestarian alam lingkungan. Pemahaman ini sangat terbatas di kalangan pemikiran rakyat. Apalagi, bila rencana itu diikuti dengan “janji-janji surga” yang banyak kali “jauh panggang dari api.”
“Meski melelahkan tetapi perjuangan politik melalui gerbang legislatif mutlak diperlukan untuk membangun jejaring kerja sama dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Perjuangan ini butuh komitmen yang kuat karena banyak kali tidak berhasil. Kita berupaya mengetuk hati para anggota DPRD kita agar tidak berpaling dari rakyat dan berpikir keras untuk menyelamatkan lingkungan alam agar tetap lestari.”
Ansel Alaman mengatakan, prinsipnya, DPRD adalah wakil rakyat. Peran sebagai penyuara aspirasi rakyat adalah substansi perjuangan dan keberadaan di lembaga DPRD. Apa pun mekanisme yang menjadi rambu-rambu dalam mengambil kebijakan publik, keberadaannya sebagai wakil rakyat mesti tampak tegas dalam opsi.
“Kita mendapat keluhan bahwa sebagian wakil rakyat kita tidak lagi mewakili rakyat ketika sudah berada di dalam gedung dewan itu. Aspirasi rakyat hanya memenuhi mekanisme dalam tata tertib DPRD. Kita tetap mengharapkan agar anggota dewan kita tetap wakil rakyat. Komitmen dalam memperjuangkan hak dan aspirasi rakyat harus terus digemakan.”
Staf Puslit Candraditya, Maumere, Pater Robert Mirsel, SVD mengingatkan agar rakyat peka dan kritis dengan para calon legislatif yang saat ini gemar mempertontonkan diri di depan khalayak menjelang Pemilu 2009. Rakyat perlu disadarkan agar membaca tanda-tanda zaman ini dengan menentukan pilihannya secara tepat dalam memilih wakilnya secara berkualitas.
“Menjelang Pemilu legislatif 2009, para calon legislatif akan merebut simpati dan dukungan rakyat dengan mengangkat persoalan-persoalan seputar tambang. Rakyat mestinya sudah tahu siapa pejuang kepentingan rakyat yang sesungguhnya. Proses pemberdayaan politik kepada rakyat harus terus digencarkan. Kita butuhkan anggota DPRD yang berkualitas agar memperjuangkan kepentingan rakyat Flores-Lembata dalam menolak rencana investasi tambang dan melawan kekuasaan modal (uang).”
Selasa, 11 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar