Foto Atas: Vikep Bajawa Romo Hengky Sareng, Pr dan
Foto Bawah: Pater Mikael Peruhe, OFM
Tambang Berdaya Rusak Permanen
Romo Hengky: Jaga Kelestarian Lingkungan
Romo Hengky: Jaga Kelestarian Lingkungan
Oleh Steph Tupeng Witin
Tambang memiliki daya rusak yang permanen terhadap lingkungan hidup. Kelestarian lingkungan sebagai sumber hidup hancur ketika berhadapan dengan pertambangan. Tanah dan air akan hilang. Bahkan laut sebagai sumber hidup warga pun akan tercemar karena di mana-mana perusahaan tambang akan membuang limbah (tailing) ke laut. Cara ini paling murah diambil perusahaan ketimbang mengrluarkan biaya besar untuk membangun penampung limbah industri pertambangan yang beracun itu.
Hal itu disampaikan oleh staf JPIC OFM Indonesia, Pater Mikhael Peruhe, OFM di hadapan para pastor se-Kevikepan Bajawa di aula Kemah Tabor Mataloko, Rabu (12/11). Sosialisasi terkait daya rusak tambang terhadap lingkungan itu dilaksanakan oleh Komisi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (Justice, Peace and Integrity of Creation/JPIC) OFM, SVD dan Keuskupan Agung Ende (KAE).
Menurut pastor aktivis itu, sejarah pertambangan selalu identik dengan penghancuran alam, pencemaran ligkungan dan peningkatan kemiskinan dan kemelaratan rakyat. Tambang hanya menguntungkan pemilik modal/pemilik perusahaan tambang dan pemerintah daerah yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang dangkal tentang tambang sehingga gampang ditipu oleh investor yang datang untuk menambang bahan-bahan galian mineral.
“Pencerahan kepada pemerintah dan rakyat terus kita gelorakan. Kita harapkan agar pemerintah yang kita pilih tidak begitu gampang menggadaikan tanah dan rakyatnya kepada investor. Izin kuasa pertambangan haris ditolak oleh pemerintah demi keberlanjutan hidup rakyat dan kelestarian alam lingkungan. Pulau Flores dan Lembata harus kita jaga dan pertahankan kemurniannya. Jangan kita biarkan alam Flores dan Lembata dihancurkan oleh perusahaan-perusahaan penambang yang akan mengambil semua kekayaan kita dan pergi meninggalkan kehancuran. Kelanjutan hidup generasi masa depan Flores dan Lembata sangat ditentukan oleh keputusan kita saat ini.”
Menurutnya, Gereja memiliki peran yang kuat dalam berjuang bersama warga yang dalam banyak kasus sering dibodohi oleh investor yang didukung pemerintah daerah dan DPRD dengan “janji-janji surga” yang meninabobokan. Pencerahan dan penguatan masyarakat sebagai basis perjuangan dalam rencana penolakan tambang harus terus digencarkan. Informasi yang benar, jujur dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral terkait rencana tambang harus diberkan kepada rakyat untuk melawan penyesatan informasi terkait tambang yang dilancarkan oleh perusahaan tambang bersama pemerintah dan DPRD.
“Keterlibatan dalam sosialisasi terkait dampak negative dari tambang demi menggalang kekuatan rakyat/umat untuk menolak tambang adalah bagian utuh dari karya pastoral kita. Aksi ini merupakan jawaban kita atas tuntutan keadilan, perdamaian dan keutuhan alam ciptaan. Kita menjalankan peran profetis ini sebagai bagian dari panggilan dan misi kita. Gereja dipangil untuk berada dan berjuang bersama rakyat yang gelisah dan cemas dengan rencana kehadiran pertambangan di Flores dan Lembata. Mari kita tolak rencana tambang di Lembata dan Flores sebagai bukti kepedulian kita atas kelestarian alam lingkungan dan keberlanjutan hidup generasi yang akan datang,” katanya.
Komitmen JPIC
Ketua Komisi JPIC KAE, Romo Roni Neto Wuli, Pr mengatakan, Konsili Vatikan II melalui ensiklik Gaudium et Spes (Kegembiraan dan Haarapan) menyatakan sikap berada dan berjuang bersama rakyat kecil yang gelisah, cemas dan takut dengan kehidupan. Kehadiran Gereja menjadi sumber kekuatan bagi siapa pun yang paling diabaikan dalam kekuasaan politik dan modal dan dasar harapan bagi perjuangan masa depan.
“Rencana tambang di Flores dan Lembata telah menghadirkan kegelisahan dan kecemasan rakyat. Rakyat di Lembata telah berjuang sampai detik ini untuk mempertahankan tanah ulayatnya. Saat ini rencana tambang telah memasuki wilayah daratan Flores. Kevikepan Bajawa khususnya wilayah Riung masuk dalam rencana pertambangan itu. Kehadiran investor sudah menimbulkan keresahan umat kita. Sebagai agen pastoral kita berada bersama rakyat kita berjuang mempertahankan tanah ulayat dan mencegah penghancuran alam secara sistematis dan permanent oleh perusahaan tambang,” katanya.
Vikep Bajawa, Romo Hengky Sareng, Pr mengatakan, rencana pertambangan sangat berkaitan erat dengan ancaman terhadap kelestarian lingkungan hidup. Tambang memiliki daya rusak yang besar terhadap lingkungan. “Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh JPIC hari ini merupakan sebuah upaya untuk membangun pemahaman dan kesadaran kita sebagai agen pastoral untuk memperhatikan kelestarian alam lingkungan sebagai salah satu karya pastoral kita. Kiranya kegiatan sosialisasi ini membawa dampak nyata dalam karya pastoral khususnya terkait dengan kelestarian lingkungan,” katanya.
Penguatan Rakyat
Pastor Paroki Jerebuu, Romo Bernardus Sebho, Pr mengatakan, berdasarkan pemaparan JPIC terkait daya rusak tambang terhadap lingkungan yang sulit untuk direklamasi, maka sesungguhnya tercipta kesepahaman bersama untuk berjuang bersama rakyat menolak rencana tambang. Mantan praeses Seminari Mataloko ini mengingatkan rakyat untuk lebih kritis menanggapi rencana perusahaan dalam bidang apa pun untuk mengambil kekayaan alam di wilayah Flores.
“Dulu begitu gencar sosialisasi yang penuh dengan janji-janji indah terkait dampak kehadiran perusahaan pembangkit listrik tenaga panas bumi Daratei, Mataloko yang hingga saat ini belum manampakkan hasil konkret. Saat sosialisasi pihak perusahaan mengatakan hanya dalam jangka waktu yang singkat tapi sampai sekarang ini tidak ada tanda-tanda akan jadi,” katanya.
Pater Steph Tupeng Witin, SVD mengatakan, apa pun proses dan cara perjuangan, rakyat adalah fokus utama dalam proses pemberdayaan, penguatan dan pencerahan. Banyak kasus menunjukkan bahwa pemerintah daerah dan DPRD lebih banyak menjadi perpanjangan tangan investor/pemodal. “Kita menguatkan rakyat karena bagaimana pun rakyat akan menjadi tujuan akhir perjuangan. Rakyat yang kuat dan tercerahkan yang didukung oleh gereja akan menjadi kekuatan besar yang diperhitungkan oleh investor atau bahkan pemerintah daerah,” katanya
Hal itu disampaikan oleh staf JPIC OFM Indonesia, Pater Mikhael Peruhe, OFM di hadapan para pastor se-Kevikepan Bajawa di aula Kemah Tabor Mataloko, Rabu (12/11). Sosialisasi terkait daya rusak tambang terhadap lingkungan itu dilaksanakan oleh Komisi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (Justice, Peace and Integrity of Creation/JPIC) OFM, SVD dan Keuskupan Agung Ende (KAE).
Menurut pastor aktivis itu, sejarah pertambangan selalu identik dengan penghancuran alam, pencemaran ligkungan dan peningkatan kemiskinan dan kemelaratan rakyat. Tambang hanya menguntungkan pemilik modal/pemilik perusahaan tambang dan pemerintah daerah yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang dangkal tentang tambang sehingga gampang ditipu oleh investor yang datang untuk menambang bahan-bahan galian mineral.
“Pencerahan kepada pemerintah dan rakyat terus kita gelorakan. Kita harapkan agar pemerintah yang kita pilih tidak begitu gampang menggadaikan tanah dan rakyatnya kepada investor. Izin kuasa pertambangan haris ditolak oleh pemerintah demi keberlanjutan hidup rakyat dan kelestarian alam lingkungan. Pulau Flores dan Lembata harus kita jaga dan pertahankan kemurniannya. Jangan kita biarkan alam Flores dan Lembata dihancurkan oleh perusahaan-perusahaan penambang yang akan mengambil semua kekayaan kita dan pergi meninggalkan kehancuran. Kelanjutan hidup generasi masa depan Flores dan Lembata sangat ditentukan oleh keputusan kita saat ini.”
Menurutnya, Gereja memiliki peran yang kuat dalam berjuang bersama warga yang dalam banyak kasus sering dibodohi oleh investor yang didukung pemerintah daerah dan DPRD dengan “janji-janji surga” yang meninabobokan. Pencerahan dan penguatan masyarakat sebagai basis perjuangan dalam rencana penolakan tambang harus terus digencarkan. Informasi yang benar, jujur dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral terkait rencana tambang harus diberkan kepada rakyat untuk melawan penyesatan informasi terkait tambang yang dilancarkan oleh perusahaan tambang bersama pemerintah dan DPRD.
“Keterlibatan dalam sosialisasi terkait dampak negative dari tambang demi menggalang kekuatan rakyat/umat untuk menolak tambang adalah bagian utuh dari karya pastoral kita. Aksi ini merupakan jawaban kita atas tuntutan keadilan, perdamaian dan keutuhan alam ciptaan. Kita menjalankan peran profetis ini sebagai bagian dari panggilan dan misi kita. Gereja dipangil untuk berada dan berjuang bersama rakyat yang gelisah dan cemas dengan rencana kehadiran pertambangan di Flores dan Lembata. Mari kita tolak rencana tambang di Lembata dan Flores sebagai bukti kepedulian kita atas kelestarian alam lingkungan dan keberlanjutan hidup generasi yang akan datang,” katanya.
Komitmen JPIC
Ketua Komisi JPIC KAE, Romo Roni Neto Wuli, Pr mengatakan, Konsili Vatikan II melalui ensiklik Gaudium et Spes (Kegembiraan dan Haarapan) menyatakan sikap berada dan berjuang bersama rakyat kecil yang gelisah, cemas dan takut dengan kehidupan. Kehadiran Gereja menjadi sumber kekuatan bagi siapa pun yang paling diabaikan dalam kekuasaan politik dan modal dan dasar harapan bagi perjuangan masa depan.
“Rencana tambang di Flores dan Lembata telah menghadirkan kegelisahan dan kecemasan rakyat. Rakyat di Lembata telah berjuang sampai detik ini untuk mempertahankan tanah ulayatnya. Saat ini rencana tambang telah memasuki wilayah daratan Flores. Kevikepan Bajawa khususnya wilayah Riung masuk dalam rencana pertambangan itu. Kehadiran investor sudah menimbulkan keresahan umat kita. Sebagai agen pastoral kita berada bersama rakyat kita berjuang mempertahankan tanah ulayat dan mencegah penghancuran alam secara sistematis dan permanent oleh perusahaan tambang,” katanya.
Vikep Bajawa, Romo Hengky Sareng, Pr mengatakan, rencana pertambangan sangat berkaitan erat dengan ancaman terhadap kelestarian lingkungan hidup. Tambang memiliki daya rusak yang besar terhadap lingkungan. “Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh JPIC hari ini merupakan sebuah upaya untuk membangun pemahaman dan kesadaran kita sebagai agen pastoral untuk memperhatikan kelestarian alam lingkungan sebagai salah satu karya pastoral kita. Kiranya kegiatan sosialisasi ini membawa dampak nyata dalam karya pastoral khususnya terkait dengan kelestarian lingkungan,” katanya.
Penguatan Rakyat
Pastor Paroki Jerebuu, Romo Bernardus Sebho, Pr mengatakan, berdasarkan pemaparan JPIC terkait daya rusak tambang terhadap lingkungan yang sulit untuk direklamasi, maka sesungguhnya tercipta kesepahaman bersama untuk berjuang bersama rakyat menolak rencana tambang. Mantan praeses Seminari Mataloko ini mengingatkan rakyat untuk lebih kritis menanggapi rencana perusahaan dalam bidang apa pun untuk mengambil kekayaan alam di wilayah Flores.
“Dulu begitu gencar sosialisasi yang penuh dengan janji-janji indah terkait dampak kehadiran perusahaan pembangkit listrik tenaga panas bumi Daratei, Mataloko yang hingga saat ini belum manampakkan hasil konkret. Saat sosialisasi pihak perusahaan mengatakan hanya dalam jangka waktu yang singkat tapi sampai sekarang ini tidak ada tanda-tanda akan jadi,” katanya.
Pater Steph Tupeng Witin, SVD mengatakan, apa pun proses dan cara perjuangan, rakyat adalah fokus utama dalam proses pemberdayaan, penguatan dan pencerahan. Banyak kasus menunjukkan bahwa pemerintah daerah dan DPRD lebih banyak menjadi perpanjangan tangan investor/pemodal. “Kita menguatkan rakyat karena bagaimana pun rakyat akan menjadi tujuan akhir perjuangan. Rakyat yang kuat dan tercerahkan yang didukung oleh gereja akan menjadi kekuatan besar yang diperhitungkan oleh investor atau bahkan pemerintah daerah,” katanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar