Warga Paumere Tidak Serahkan Tanah
*Rencana Pembangunan Korem
Oleh Steph Tupeng Witin
Warga suku Paumere khususnya dan Nangapanda umumnya tetap menolak untuk menyerahkan tanah ulayatnya yang akan dijadikan lokasi pembangunan makas korem. Tanah adalah bagian dari hidup. Warisan nenek moyang ini menjadi asal dan sumber hidup. Kalaupun ada unsure pemaksaan dari pihak luar, warga suku Paumere siap mempertahankan harga diri hingga titik darah terakhir.
Hal itu terungkap dalam pertemuan antara warga suku Paumere dengan tim Komisi Keadilan dan Perdamaian (JPIC) Keuskupan Agung Ende (KAE) dan SVD Ende bersama warga suku Paumere di kampong Ndetufeo, Desa Sangarhorho, Rabu (15/10) malam. Hadir ratusan warga suku Paumere, Ketua Suku Paumere, Andreas Baju dan tim JPIC KAE dan SVD, Romo Domi Nong, Pr, Romo Sipri Sadipun, Pr, Pater Markus Tulu, SVD dan pengacara Veritas Jakarta, Valens Pogon.
Ketua Suku Paumere, Andreas Baju mengatakan, sejak munculnya rencana pembangunan korem di Nangapanda, persaudaraan dan ikatan kekeluargaan antara warga suku menjadi retak. Warga tidak lagi tenang dalam mengerjakan tanah ulayat untuk kehidupannya. Belum lagi ada isu dan tekanan dari pihak-pihak tertentu yang menakut-nakuti warga.
“Sebagai rakyat kecil, kami cemas, takut dan gelisah. Kami tampak tidak berdaya. Dalam proses pengadilan, baik perdata maupun pidana, rakyat kecil yang mestinya benar dikalahkan oleh kekuasaan. Kami mengharapkan agar gereja khususnya JPIC KAE dan SVD tetap berjuang bersama kami untuk mempertahankan hak-hak kami. Sebagai rakyat kecil, rasanya sulit bagi kami untuk menemukan kebenaran dan keadilan dalam kasus Nangapanda ini. Hanya gereja yang menjadi harapan kami untuk memperoleh keadilan dan kebenaran,” katanya.
Menurutnya, sebagai ketua suku, dirinya akan berjuang untuk kepentingan warga suku sampai titik darah terakhir. “Biar saya dipenjara sekalipun saya tidak takut karena saya berjuang untuk kebenaran dan keadilan bagi seluruh warga suku saya. Malah penjara akan menjadi kebanggan bagi saya karena saya telah berjuang untuk anak cucu kami suku Paumere ini. Perjuangan untuk mempertahankan hak atas tanah kami ini akan menjadi peringatan bagi generasi masa depan kami.”
Tokoh masyarakat suku Paumere, Baltasar Beka menegaskan, seluruh warga suku Paumere akan berjuang sampai titik darah terakhir untuk mempertahankan ulayat yang telah menghidupi mereka sejak leluhur. Ia meminta pihak-pihak terkait agar tidak memaksakan rencana pembentukan korem karena akan mendapatkan perlawanan dari pemilik tanah.
“Kami akan berjuang mempertahankan tanah sampai darah tumpah. Kam itidak akan sudi menyerahkan tanah ini kepada siapa pun. Di atas tanah kami telah ada tanaman yang sekian lama menghidupi kami. Tanah adalah hidup kami. Kami minta pemerintah untuk menghentikan rencana pembangunan korem ini. Recana tidak bermanfaat sedikit pun bagi kami sebagai rakyat. Malah akan membawa bencana dan kerugian bagi kami karena tanah kami telah direbut untuk sebuah rencana yang sarat kepentingan. Biar pun kami kalah di pengadilan, tapi tanah kami tidak akan kami beri kepada siapa pun. Kami minta gereja khususnya JPIC tetap berjuang bersama kami orang kecil ini,” katanya.
Rakyat Dikalahkan
Ketua Tim JPIC KAE-SVD, Romo Domi Nong, Pr mengatakan, putusan perkara perdata maupun pidana yang telah berlangsung di pengadilan negeri (PN) Ende membuktikan bahwa rakyat kecil yang tidak berdaya dikalahkan oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan kekuasaan dan uang. Para hakim sebenarnya betula soal yang sebenarnya di Nangapanda tetapi tidak mau tahu untuk mengambil keputusan yang benar yang sesuai dengan rasa keadilan dan kebenaran rakyat.
“Ketika kita dikalahkan, kita tidak boleh merasa kalah, kehilangan segala-galanya, putus asa, kecewa dan sepertinya tidak tahu lagi jalan ke mana. Kita tetap berdiri dengan hidup di atas tanah milik kita sendiri. Kita tetap bekerja di atas tanah dan menikmati hasil kerja kita. Putusan pengadilan itu tidak akan pernah mengusir satu warga pun dari atas tanah kita ini.”
Menurut Ketua STIPAR Ende ini, fakta bahwa rakyat dikalahkan dalam keputusan para hakim di PN Ende mesti semakin menggelorakan nurani warga suku Paumere untuk berjuang mempertahankan hak atas tanah ulayat. Perjuangan untuk mempertahanakan tanah adalah kebenaran itu sendiri, bukan keputusan PN Ende yang sarat dengan muatan kepentingan murahan dari pihak lain. Fakta-fakta di pengadilan mestinya memenangkan rasa keadilan dan kebenaran rakyat.
“Inilah ironi hukum di Indonesia. Kebenaran selalu tidak berpihak pada rakyat kecil karena rakyat kecil tidak memiliki kekuatan apa-apa. Meski demikian, kita sebagai pemilik tanah memiliki kekuatan untuk terus memperjuangkan apa yang menjadi hak kita. Jangan hiraukan keputusan PN Ende itu. Kita tetap bekerja seperti biasa dan memperjuangkan kebenaran hak kita atas tanah.”
Tetap Bekerja
Kuasa Hukum warga suku Paumere dari Veritas Jakarta, Valens Pogon mengimbau warga suku Paumere agar tetap bekerja di atas tanahnya seperti biasa. Keputusan perdata dan pidana yang mengalahkan rakyat kecil di PN Ende sama sekali tidak berkaitan dengan hak kepemilikan atas tanah. Terkait kedua keputusan PN Ende yang mengalahkan rakyat kecil, pihaknya setelah berkonsultasi dengan warga menyatakan naik banding.
“Kami sebagai pengacara mengharapkan agar warga suku tetap bekerja di atas tanah seperti biasa. Jangan panik dengan keputusan di pengadilan itu. Mari kita bangun persatuan ke dalam suku dan bersama-sama berjuang untuk merebut kembali rasa keadilan dan kebenaran yang dikalahkan oleh para hakim di pengadilan Ende. Kita yakin, bahwa suatu saat kebenaran itu akan terungkap dan menjadi kenyataan hidup kita.”
Romo Sipri Sadipun, Pr meminta warga untuk terus berjuang mempertahankan hak-haknya dengan jalan yang damai dan adil. “Meski kita dikalahkan oleh pengadilan tetapi kita memiliki kekuatan untuk terus berjuang. Banyak orang yang peduli dengan perjuangan kita. Kita mesti tetap menjaga persatuan dan membangun budaya damai dalam perjuangan ini. Dengan ini kita menunjukkan bagaimana kita berjuang secara benar untuk keadilan,” katanya.
Pater Markus Tulu, SVD menguatkan warga suku agar tidak merasa kalah dalam perjuangan untuk mempertahankan haknya. “Keputusan PN Ende sama sekali tidak mengejutkan kita. Proses itu sangat melukai rasa keadilan rakyat kecil. Tapi itulah kenyataan hukum kita. Kita memang sulit menemukan ada keadilan untuk rakyat kecil apalagi muncul dari lembaga pengadilan,” katanya
Senin, 10 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar